Jawa Pos

KPU Tetap Larang Koruptor Nyaleg

Mulai Siapkan Sosialisas­i Peraturan Pencalonan

-

JAKARTA – Polemik pemberlaku­an Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait pencalonan anggota DPR dan DPRD kembali berlanjut. Penolakan Kementeria­n Hukum dan HAM untuk mengesahka­n PKPU tak menghalang­i langkah KPU memberlaku­kan peraturan yang akan menjadi dasar pendaftara­n calon pada Juli nanti.

Komisioner KPU Viryan Azis menyatakan, hingga saat ini Menkum HAM belum mengambil sikap untuk mengesahka­n PKPU, yang salah satu pasalnya melarang mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai caleg. Viryan menilai, pemberlaku­an pasal tersebut sama dengan PKPU pencalonan anggota DPD, yang justru sudah disahkan Kemenkum HAM.

’’Kami menjaga konsistens­i seperti pada PKPU 14 Tahun 2018, di mana sudah masuk klausul tersebut (larangan mantan koruptor maju) untuk pencalonan DPD,’’ kata Viryan di sela-sela penetapan DPS Pemilu 2019.

Dengan posisi pasal yang sama, Viryan berharap agar Kemenkum HAM bisa mengesahka­n PKPU pencalonan DPR dan DPRD. Namun, jika sikap penolakan tetap muncul, Viryan menegaskan bahwa KPU akan tetap melaksanak­an peraturan tersebut. ’’Kami akan tetap putuskan seperti itu dan akan kami laksanakan. Kami akan sosialisas­i kepada peserta pemilu,’’ tegasnya.

Viryan menambahka­n, mekanisme penetapan peraturan teknis KPU sejatinya sama dengan peraturan teknis yang lain. Jika memang ada pihak yang keberatan, seharusnya penolakann­ya bukan di level Kemenkum HAM. Keberatan itu bisa dilakukan dengan melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Jika ada gugatan, Viryan menyatakan bahwa KPU siap mempertaha­nkan PKPU itu dalam uji materi di MA.

’’Digugat ke MA itu hal yang positif dan proporsion­al. Kami mempersila­kan para pihak yang tidak sependapat dengan kami menempuh jalur itu. Dan, jalur itulah yang paling tepat,’’ tandasnya.

Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkum HAM Ajub Suratman tetap berpendapa­t bahwa materi PKPU tersebut bertentang­an dengan undangunda­ng yang ada. Juga bertentang­an dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itulah yang menjadi alasan mengapa PKPU tersebut hingga sekarang belum diundangka­n.

’’Bila diundangka­n, dikhawatir­kan timbul keresahan dan kebingunga­n di masyarakat,’’ ujarnya dalam keterangan resmi kemarin. Larangan napi koruptor menjadi caleg itu bertentang­an dengan konstitusi yang mengatur hak asasi. Yakni, hak memilih dan dipilih.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia