6 Perempuan Tertahan 10 Jam di Dalam Kamar
Ketegangan Jelang Coblosan di Penajam Paser Utara
Dugaan politik uang membuat dua kubu pasangan calon dalam pemilihan bupati di Penajam Paser Utara bersitegang di sebuah penginapan. Setelah penginapan digeledah, yang ditemukan belasan kantong plastik berisi nasi bungkus dan sebuah koper.
MATA sepuluh orang itu tak lepas dari Penginapan Venus di seberang warung tempat mereka nongkrong. Khususnya ke kamar nomor 5.
”Mereka minum kopi sambil melihat kamar nomor 5 terus,” kata Hadijah, pengelola penginapan yang berada di Jalan Propinsi; Kilometer 1,5; Kelurahan
Penajam; Kecamatan Penajam; Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU); kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Sore beranjak menuju malam pada Sabtu lalu itu (23/6), suasana –sebagaimana digambarkan Kaltim Post– makin tegang
Di kamar nomor 5 itu, ada enam perempuan yang check in sehari sebelumnya (22/6). Mereka adalah Rahmawati, Siti Ardianti, Wahyuni Al-Qadri, Siti Aisyah Mas’ud, Hijrah Mas’ud, dan Memey.
Mereka keluarga besar Abdul Gafur Mas’ud, calon bupati nomor urut 3 di pemilihan bupati/wakil bupati PPU, berpasangan dengan Hamdam (AGM-Hamdam). Mereka sudah check in pada Jumat (22/6) sekitar pukul 02.00 Wita.
Pangkal ketegangan di penginapan yang terletak tak jauh dari Pelabuhan Pangeran Panji Kusuma Negara (Pelabuhan Feri Penajam) itu memang dugaan politik uang. Rabu besok (27/6) PPU menjadi bagian dari 171 pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.
Selain AGM-Hamdam, pilbup PPU diikuti Andi Harahap-Fadly Imawan (AHLI), pasangan nomor urut 2. Dan, Mustaqim-Sofyan Nur, pasangan nomor urut 1.
Nah, sepuluh orang di warung tadi merupakan bagian dari tim pemenangan AHLI. Mereka menduga, ada uang dalam jumlah besar yang akan dibagi-bagikan para perempuan di kamar tadi untuk pasangan nomor urut 3. Sempat ada kabar burung yang menyebut jumlahnya sampai Rp 6 miliar.
Satu jam setelah terus mengawasi kamar nomor 5 alias pukul 18.00 Wita, jumlah mereka bertambah jadi 40-an orang. Dengan mengenakan atribut ormas tertentu.
Mereka berkumpul di samping penginapan. Dua jam berselang, massa memasuki area penginapan. Mereka meminta seluruh orang yang berada di kamar nomor 5 keluar. Namun, enam perempuan itu enggan menuruti permintaan tersebut. ”Saya ditelepon Bu Hijrah jam 9 malam. Dia menyampaikan, ada intimidasi dari pihak tertentu dengan tuduhan melakukan politik uang,” kata Agus Amri, kuasa hukum AGM-Hamdam, sembari menceritakan kronologi kejadian.
Massa yang menuding adanya dugaan politik uang tersebut memblokade pintu masuk menuju penginapan. Menyulitkan massa dari kolega Mas’ud yang sebagian menyeberang dari Balikpapan untuk masuk.
Lajur kiri menuju pelabuhan pun ditutup sepanjang 50 meter pada pukul 22.00 Wita. Sebab, telah dikuasai ratusan orang dari dua pihak yang berseteru.
Kapolres PPU AKBP Sabil Umar yang didampingi Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) PPU Daud Yusuf berusaha menenangkan massa kedua pihak agar tidak terjadi adu fisik. ”Kalau dijumlahkan, ada 500-an orang. Sempat memanas, adu mulut, tapi tak ada gesekan fisik,” kata Riswan, warga RT 04, Kelurahan Penajam, kepada Kaltim Post.
Sementara negosiasi dengan kedua pihak berlangsung alot, enam perempuan tadi tetap tertahan di dalam kamar. Menurut Hadijah, keluarga Mas’ud sudah biasa menyewa kamar di penginapan milik dr Novita Rosana dan Firdaus tersebut. ”Kalau ada acara nikahan, bahkan bisa nyewa semua kamar. Ada 13 kamar di sini,” ungkapnya.
Kesepakatan untuk mengeluarkan enam perempuan di dalam kamar akhirnya baru tercapai sekitar pukul 03.00 Wita. Karena mereka sudah tidak berani keluar kamar sejak pukul 17.00 Wita, berarti tertahan di sana sekitar 10 jam.
”Dicapai kesepakatan untuk dikeluarkan dulu. Kamar disegel,” papar Agus Amri.
Setelah enam perempuan tadi diamankan, penyegelan dilakukan, massa dari dua pihak pun berangsur bubar. Namun, pihak kepolisian tetap bersiaga di area penginapan. Akhirnya dijadwalkan dilakukan penggeledahan pada siang (24/6). Untuk memastikan kebenaran atas dugaan politik uang yang dituduhkan.
Penggeledahan dilakukan pukul 13.40 Wita. Pengamanan berlapis diterapkan. Lapis pertama 3 meter dari kamar nomor 5 dijaga 10 personel bantuan kendali operasi (BKO) Satuan Brimob Polda Kaltim. Lalu, lapis kedua, tepatnya di depan kamar, dijaga tiga personel Satuan Sabhara Polres PPU. Segel lalu dibuka Daud Yusuf, enam orang yang sebelumnya berada di kamar, serta Agus Amri, dan kuasa hukum AHLI Rochman Wahyudi. Disaksikan langsung oleh AKBP Sabil Umar beserta jajaran.
Penggeledahan berakhir pada pukul 14.15 Wita. Dari dalam kamar, Panwaslu PPU mengamankan barang bukti berupa 11 kantong plastik berisi nasi bungkus dan satu koper berwarna merah muda.
Belum diketahui isi dari koper tersebut. Kedua kuasa hukum lalu diminta menyusun dan menandatangani berita acara penggeledahan oleh ketua panwaslu.
Namun, Rochman Wahyudi menolak. Selain hanya ditulis tangan, berita acara tersebut tidak memuat secara detail berapa jumlah uang yang ditemukan saat penggeledahan. ”Jangan sampai berita acara itu nyerang kami. Bagaimanapun caranya, saya harus bertahan demi hukum, saya harus melindungi ormas saya,” katanya.
Rochman juga membantah adanya intimidasi dalam bentuk apa pun itu. Bahkan, mereka tidak melarang keenam perempuan di dalam untuk keluar kamar.
Tindak kekerasan seperti menendang pintu dan menggedor pintu kamar pun dikatakannya tidak ada dilakukan anggota ormas yang berada di luar kamar. Massa pendukung AHLI hanya menyuruh keluar kamar.
Perlu ditekankan di situ ada Kapolres PPU AKBP Sabil Umar, Komandan Kodim 0913/PPU Letkol Czi Dwi Imam Subagiyo, dan Ketua Panwaslu PPU Daud Yusuf. ”Kalau itu dianggap penyanderaan, berarti penegak hukum ikut menyandera?” papar Rochman dalam jumpa pers kemarin.
Gunawan, sekretaris tim paslon AHLI menyesalkan, saat enam perempuan di dalam kamar dievakuasi, tidak dilakukan pemeriksaan badan oleh aparat yang bertugas di sana. Dia pun menduga bisa saja barang bukti disimpan di dalam pakaian yang mereka kenakan saat dilakukan evakuasi sekitar pukul 03.00 Wita. ”Seharusnya drama ini tidak (perlu) terjadi kalau orang di dalam kamar kooperatif,” tuturnya.
Sementara itu, Agus Amri mengklaim, saat penggeledahan, tidak ada bukti yang mengarah pada indikasi politik uang. Kliennya yang diintimidasi pun disebutnya tertekan. Bahkan, Hijrah Mas’ud dirawat di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan. ”Mereka menginap di sini (Penginapan Venus) karena ada urusan keluarga. Bagi saya, ini tidak ada kaitannya dengan pilkada,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Panwaslu PPU Daud Yusuf memastikan, pihaknya tidak menemukan uang dalam jumlah banyak saat memeriksa barang bukti dari kamar nomor 5 di Penginapan Venus.
Saat pemeriksaan yang dilakukan oleh dirinya dan seorang staf lainnya, hanya ditemukan 11 tas dan 1 koper berisi pakaian dan alat rias. Selain itu, sebuah tas kecil berisi uang dengan pecahan Rp 100 ribu berjumlah jutaan dan beberapa nasi bungkus dalam kantong plastik yang tidak diketahui jumlahnya. ”Jadi tidak ada indikasi bahwa ada perbuatan money politics di kamar tersebut. Apalagi saat dikonfirmasi uang yang ada di dalam, akan digunakan untuk keperluan sehari-hari,” kata dia.
Barang bukti yang sudah diperiksa sudah dikembalikan kepada pemilik, sesaat setelah pemeriksaan dilakukan. Pihaknya tidak dapat menahannya, karena secara aturan kejadian yang terjadi di sana bukan masuk pada laporan maupun temuan pelanggaran.
Dikawal ratusan orang dan pendukung AGM-Hamdam, pihaknya pun melaporkan tindakan persekusi tersebut ke Mapolres PPU pada pukul 17.00 Wita. Ada 12 orang yang dilaporkan. ”Kami adukan pasal perampasan kemerdekaan dan fitnah money politics,” katanya.
Atas laporan polisi yang dilakukan kuasa hukum paslon AGM-Hamdam terhadap 12 orang anggota tim paslon AHLI, Gunawan, tidak mempersoalkan. ”Silakan, itu hak warga negara untuk melaporkan apa pun yang dianggap mengganggu dan melanggar aturan. Biarkan saja, enggak ada masalah itu.”