Jari Palsu untuk Yakuza, Bukan Pilkada
Jari palsu yang ada dalam foto dibuat atas permintaan para anggota Yakuza yang sudah keluar dari kelompoknya agar lebih mudah berbaur kembali dengan masyarakat.
”WASPADA ya guysss,” tulis akun Facebook Henny Bunda Rainun sembari membagikan sebuah foto. Foto itu berbentuk kolase. Satu foto menunjukkan beberapa jari palsu. Di bawahnya terdapat foto jari sedang mencelup tinta berlogo KPU. Dengan melihat itu, tentu banyak pihak mempersepsikan Henny Bunda memperingatkan agar waspada dengan kecurangan pemilu.
Henny tampaknya tipe netizen yang asal posting. Sebab, gambar yang diunggahnya itu sebenarnya sering digunakan sejumlah pihak untuk membentuk opini terkait kecurangan pemilu. Bukan hanya di Indonesia. Gambar serupa sempat digunakan untuk membangun opini kecurangan pemilu di Malaysia.
Ternyata, foto jari palsu tersebut tak terkait dengan kecurangan pemilu. Sebab, jari palsu itu sebenarnya justru dibuat untuk para anggota Yakuza. Sebuah sindikat kejahatan tradisional Jepang. Berita terkait pembuatan jari palsu untuk anggota Yakuza tersebut pernah dibuat oleh ABC News dan Tribunnews. Berita keduanya mirip-mirip. Yakni, terkait tingginya permintaan jari palsu di Jepang.
Permintaan itu meningkat karena fenomena banyaknya anggota Yakuza yang keluar dari kelompoknya. Nah, keluar dari keanggotaan kelompok Yakuza bukan perkara mudah. Terlebih bagi mereka yang telah melakukan pemotongan jari atau yubitsume. Anggota Yakuza yang telah melakukan pemotongan jari akan sulit mencari pekerjaan. Mereka juga minder ketika berada di tengah masyarakat. Karena itulah, muncul permintaan pembuatan jari palsu.
Dikutip dari Tribunnews, sedikitnya 300 anggota Yakuza membuat kelingking palsu di sebuah pabrik pembuatan jari palsu berbahan silikon di Tokyo. CEO Aiwa Prosthetics and Orthoticks Shintaro Hayashi mengatakan, saat ini ada sekitar lima perusahaan pembuat jari palsu di Jepang yang mirip dengan perusahaannya.
Pembuatan jari palsu tidak murah. Satu jari kelingking bisa dibanderol 239 ribu yen atau setara Rp 30,8 juta (kurs Rp 129 per yen). Harga itu merupakan jari palsu dengan kualitas silikon terbaik.
Komisioner KPU Jatim Choirul Anam memastikan kecurangan dengan menggunakan jari palsu mustahil terjadi. Sebab, saat pemungutan suara di TPS, sudah ada pengawasan berlapis. Penandaan mereka yang sudah menggunakan hak pilihnya tidak sekadar mencelupkan jari di tinta.
”Mereka saat masuk juga dipastikan terdaftar di DPT dan wajib membawa formulir C-6,” terang Anam. Peluang berpindah ke TPS lain juga pupus karena persoalan DPT ganda praktis sudah terselesaikan sehingga tidak ada identitas yang tercatat di lebih dari satu TPS.
Menandai jari ke tinta pun tidak bisa asal celup. Jari harus berada di dalam tinta beberapa saat sebelum akhirnya boleh ditarik keluar. Saat mencelupkan jari, sang pemilih akan dilihat langsung oleh petugas KPPS maupun pengawas TPS.
Menurut Anam, informasi hoax tersebut pernah diproduksi pada 2014. ”Selama ini juga tidak pernah ditemukan kasus semacam itu (penggunaan jari palsu),” lanjut mantan komisioner KPU Kota Surabaya itu.