Pemkot Belum Turuti Saran Ombudsman
SURABAYA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Jatim menyurati Wali Kota Tri Rismaharini agar segera membuat perwali tentang fasilitas olahraga. Saran itu disampaikan agar perseteruan antara pemkot dan Federasi Hoki Indonesia (FHI) Jatim berhenti. Namun, pemkot tidak mau membuat perwali tersebut.
Perseteruan mencuat pada 22 November lalu. Atlet hoki Jatim yang sedang berlatih kejurnas di Lapangan Hoki Dharmawangsa dibubarkan paksa oleh petugas Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Surabaya. Alasannya, lapangan sedang diperbaiki. Padahal, tidak ada perbaikan sama sekali. Saat itu lapangan berstandar internasional tersebut belum genap berumur setahun
Yang membuat FHI geram, hampir separo atlet Jatim sebetulnya adalah warga Surabaya.
Kabag Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati menerangkan, perwali yang disarankan ORI Jatim tidak akan menyelesaikan masalah. Sebab, aturan soal lapangan aset pemkot tersebut harus dituangkan dalam peraturan daerah. Pembuatannya perlu waktu dan melibatkan DPRD Surabaya. ”Nggak. Kami enggak membuat perwali untuk itu,” jelasnya setelah sidak di Jalan Gunungsari kemarin (25/6).
Ira menambahkan, saat ini pemkot menyusun draf raperda tentang retribusi kekayaan daerah. Di dalamnya akan diatur tentang penyewaan hingga tarif sewa lapangan olahraga tersebut. Draf itu bakal dikirim ke Badan Pembentukan Perda (BPP) DPRD Surabaya.
Meski sudah ada niat untuk mengusulkan perda tersebut, pembuatannya memakan waktu. Jadi, perseteruan antara pemkot dan FHI Jatim tidak bisa segera tuntas.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Aden Darmawan pernah dilapori para atlet Jatim yang diusir. Menurut dia, pemkot tidak membutuhkan perwali atau perda agar lapangan tersebut bisa dipakai. ”Ini cuma butuh keluwesan wali kota atau kepala dinasnya. Tinggal bilang yo wis, maino. Beres,” ujar politikus Gerindra tersebut.
Aden sempat mempertanyakan hal itu ke Kepala Dispora Surabaya Afghani Wardana. Salah satu alasan lapangan tersebut tidak bisa dipakai adalah pendanaan lapangan itu murni berasal dari APBD Surabaya. Alasan tersebut menjadi tak logis bagi Aden. Sebab, pemkot juga memiliki Bus Suroboyo yang didanai APBD murni. Namun, bus itu tidak hanya ditumpangi warga Surabaya. Tak ada larangan bagi warga kota lain untuk masuk bus.
Begitu pula Lapangan THOR. Tahun lalu sempat terjadi penutupan lapangan. Yang ingin masuk harus mengurus surat izin ke dispora. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, lapangan itu kini bisa dipakai. ”Izinnya cuma ke yang jaga sekarang,” ujar Miftachul Choiri, salah seorang pelari, yang biasa memakai fasilitas lapangan THOR.
Aden membandingkan penggunaan Lapangan THOR dengan Lapangan Hoki Dharmawangsa. Jika Lapangan THOR kini bisa dipakai untuk umum, seharusnya lapangan hoki juga. ”Ini bukan masalah perwali atau perda,” ujarnya.