Lebih Pas Bus Model Trans Jogja
SIDOARJO – Kemacetan di Kota Sidoarjo sudah menjadi problem serius. Bahkan, titik kemacetannya makin luas. Lebih-lebih saat jam berangkat dan pulang kerja. Sejatinya, dinas perhubungan (dishub) terus berupaya ikut mengurai masalah tersebut. Termasuk, melarang kendaraan melintas di jalur-jalur tertentu.
”Sementara yang bisa dilakukan adalah rekayasa lalu lintas. Tapi, itu tidak bisa terus-menerus,” kata Kepala Dishub Pemkab Sidoarjo M. Bahrul Amig saat diskusi transportasi masal di Pendapa Delta Wibawa kemarin (25/6).
Langkah lain adalah mengatur jam masuk kerja dan sekolah. Namun, Amig juga menyebut kebijakan itu belum akan benarbenar efektif. Karena itu, bersama dengan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), badan perencanaan pembangunan daerah (bappeda) dan dishub kemarin berupaya mencari solusi.
Dari diskusi itu, muncul beberapa solusi yang disodorkan MTI. ”Apa yang tepat untuk diterapkan di Sidoarjo? Model BRT (bus rapid transit, Red). Tapi, busnya tidak harus besar,” ujar Ketua Presidium MTI Agus Taufik Mulyono.
Sebagai kota penyangga Surabaya, menurut guru besar transportasi UGM itu, Sidoarjo memang tidak akan terlepas dari problem kemacetan. Apalagi, hampir 50 persen mereka yang bekerja di Surabaya memilih tinggal di Sidoarjo. Arus lalu lintas pun pasti selalu padat. Terutama saat jamjam berangkat dan pulang kerja.
Jika melihat karakteristik jalan di Sidoarjo, Agus pun yakin bahwa BRT menjadi moda transportasi yang pas untuk dapat mengurangi kemacetan. ”Model yang bisa dipakai seperti Trans Jogja,” ucapnya.
Trans Jogja menggunakan bus ukuran sedang. Model tersebut dinilai cocok dengan jalanan di Jogja yang tidak terlalu lebar. Nah, Agus melihat, jalan di Sidoarjo tak berbeda dengan Jogja. Karena itu, bus model Trans Jogja bisa diterapkan. Bukan bus yang telah digunakan di Sidoarjo saat ini.
Sejak September 2015, Sidoarjo memang mengoperasikan BRT. Namun, armada busnya dinilai terlalu besar. ”Yang juga perlu diperhatikan adalah feeder-nya. Itu harus jelas seperti di Jogja. Yang juga penting, ruang transportasi harus bersih,” paparnya.
Selama ini, pemerintah daerah dan kepolisian kerap abai dengan ruang transportasi. Ada pembiaran. Misalnya, jalan digunakan untuk parkir, pedagang, atau tukang tambal ban.