Gala Siswa, Wujud Impian Kejuaraan Sepak Bola Internasional
JUMLAH penduduk tidak berbanding lurus dengan bisa tidaknya suatu negara bisa lolos ke putaran final Piala Dunia. Lihat saja pada Piala Dunia 2018 yang saat ini berlangsung. Empat negara dengan jumlah penduduk terbesar dunia gagal unjuk kebolehan para pesepakbolanya.
Empat negara dimaksud adalah Tiongkok (1,4 miliar penduduk), India (1,3 miliar), Amerika Serikat (324 juta), dan Indonesia (263 juta). Justru negara terkecil, Islandia (Eropa) dengan jumlah penduduk hanya 332 ribu orang, dapat lolos dalam putaran final Piala Dunia.
Ada pelajaran yang dapat dipetik dari fenomena tersebut. Pertama, negara harus menjadikan olahraga (dalam konteks ini sepak bola) sebagai program prioritas. Dengan begitu, semua energi, terutama tenaga, pikiran, dan pendanaan, akan tercurah pada pengembangan sepak bola.
Kedua, diperlukan upaya perbaikan dalam hal rekrutmen dan pembinaan pemain maupun pengangkatan pelatih dan wasit. Selama ini rekrutmen pemain belum dilakukan secara fairplay. Aroma kolusi dan nepotisme masih saja kental mewarnai.
Pemerintah juga harus memberikan apresiasi yang memadai terhadap pemain, terutama pasca menjadi atlet pesepak bola, akan kehidupan yang layak. Banyak atlet nasional, setelah menjadi mantan atlet atau purna pemain, tidak mampu untuk memiliki sekadar rumah layak huni atau pekerjaan yang dapat menjamin masa depannya.
Ketiga, pentingnya pemenuhan sarana/fasilitas dan prasarana pendukung secara optimal. Pengadaan sarana/fasilitas untuk penempaan fisik pemain, penambahan lapangan yang standar, atau perbaikan lapangan yang belum memadai merupakan keniscayaan dalam memberikan fasilitasi terhadap atlet dalam berlatih.
Keempat, pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam olahraga (sport science) sebagai tuntutan yang tidak bisa dielakkan. Bagaimana cara mengontrol dan meningkatkan power and speed maupun kebugaran pemain mutlak memerlukan ilmu pengetahuan keolahragaan.
Gala Siswa adalah program bersama antara Kemendikbud, KONI, dan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia). Program tersebut merupakan upaya yang bagus dalam rangka mencari bibit-bibit atlet berbakat dalam dunia persepakbolaan Indonesia. Dengan catatan, seleksi itu –mulai tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional dan internasional– dilakukan secara fairplay dan profesional.
Tidak mustahil, pada saatnya nanti Indonesia mampu berlaga di Piala Dunia sebagaimana yang pernah dicontohkan tim nasional sepak bola Indonesia dengan nama Hindia Belanda pada 1938 di Perancis, sebelum Indonesia merdeka.
Untuk itulah, olahraga pendidikan dikembangkan satuan pendidikan (sekolah/madrasah) sebagaimana amanat UU Nomor 3 Tahun 2015 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Yakni, diarahkan menuju pada olahraga prestasi dan profesional seperti yang dikembangkan PSSI dan KONI seperti selama ini.
Kuncinya adalah hindarkan setiap tahapan seleksi dalam Gala Siswa itu dari tipu daya licik macam korupsi, kolusi, dan nepotisme agar dapat menemukan atlet yang benarbenar terbaik, yang memiliki talenta dan bakat luar biasa. Bukankah begitu?!
Sekretaris Dikbud Sidoarjo