Kekuasaan Mutlak di Tangan Erdogan
Menangi Pemilu Turki dalam Satu Putaran
ANKARA – Tiada pilpres putaran kedua. Erdogan menang. Mutlak. Taktik oposisi gagal. Mengusung lima kandidat tak mampu menghalangi incumbent tersebut meraih suara di atas 50 persen.
Dewan Pemilu Turki memaparkan, Recep Tayyip Erdogan berhasil mengantongi 52,6 persen suara. Keunggulan telak yang membuatnya kembali menjadi presiden.
Di tengah ancaman krisis, Erdogan berjanji untuk merealisasikan janjinya menjadikan Turki masuk sepuluh besar ekonomi dunia pada 2023. Dia juga berjanji lebih gigih membasmi pemberontak Kurdi. Juga memerangi para pendukung Fethullah Gulen: cendekiawan, tokoh oposisi, mantan sahabat, dan tertuduh dalang kudeta 2016.
”Kami akan memburu organisasi teroris dengan tekad yang lebih kuat,” tegas Erdogan dalam pidato kemenangan di hadapan para pendukungnya kemarin (25/6).
Para analis menilai usaha Erdogan bakal terjal. Terutama terkait dengan ekonomi. Inflasi melambung tinggi. Nilai tukar lira terus tersungkur di hadapan dolar AS. Sepanjang tahun ini, lira melorot 18 persen.
Kedekatan pemimpin 64 tahun itu dengan Rusia membuat negara-negara Barat menjauh.
Sangat mungkin stabilitas ekonomi di negeri yang pernah menjadi pusat khilafah Islam terakhir itu tak akan membaik dalam waktu dekat. Namun, Erdogan kini memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar. Sistem baru hasil referendum tahun lalu mulai berlaku saat ini. Maka, jangan tanya lagi siapa perdana menteri (PM) Turki. Sebab, jabatan itu sudah tiada. Erdogan berhak memilih wakil presiden, menteri, pejabat tinggi, dan hakim senior. Bisa membubarkan parlemen. Berkuasa pula memberlakukan status darurat.
Muharrem Ince, kandidat yang diusung Partai Rakyat Republik (CHP), menerima hasil pemilu.Namun, Ince tetap melontarkan kritik. Dia menyebut Turki telah kehilangan nilai-nilai demokrasi. Berubah menjadi rezim yang dikuasai satu orang saja. Kini Erdogan memiliki kekuasaan mutlak atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Turki tidak layak memberikan pelajaran demokrasi saat pemimpin oposisi Kurdi dipenjara sekian lama.”
MARGOT WALLSTROM MENLU SWEDIA Pernyataan itu merujuk kepada kandidat dari pro-Kurdi Selahattin Demirtas yang masih dipenjara. Dalam pidato kemenangannya, Erdogan menyatakan bahwa angka kehadiran pemilih yang mencapai hampir 90 persen memberikan pelajaran demokrasi pada dunia. (*)