Akhirnya, Peraturan KPU tentang Caleg Diundangkan
JAKARTA – Dasar hukum larangan bagi mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif makin kuat. Sebab, Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 yang memuat aturan itu telah diundangkan dalam berita negara.
Kabar tersebut disampaikan Komisioner KPU Wahyu Setiawan tadi malam (3/7). Namun, dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang diundangkan itu, ada perbedaan dengan yang sebelumnya ditetapkan KPU. Yaitu, soal pasal pelarangan mantan napi koruptor untuk nyaleg.
Dalam PKPU yang diundangkan di berita negara, larangan bagi mantan napi korupsi tercantum dalam pasal 4 ayat (3). Pasal itu menyebutkan, seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Sementara itu, pada PKPU sebelumnya, larangan tersebut termaktub dalam pasal 7 ayat (1) huruf h. Pasal itu melarang caleg mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi. Pasal 4 lebih ditekankan kepada partai politik, sedangkan pasal 7 lebih ditujukan kepada calon anggota legislatif. ’’Jadi, partai politik yang harus memastikan bacaleg bukan mantan napi korupsi,’’ kata Wahyu.
Dia menambahkan, substansi dua pasal itu sebenarnya sama. Yaitu, mantan napi korupsi, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba tidak boleh nyaleg. ’’Bila ada pelanggaran terhadap PKPU, KPU punya kewenangan eksekusi sejak tahapan pendaftaran bakal calon, calon sementara, calon tetap, dan calon terpilih,’’ terang dia.
Sementara itu, mulai hari ini (4/7), KPU membuka pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) di semua tingkatan. Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan 16 meja pendaftaran di aula gedung KPU. Jumlah itu sesuai dengan jumlah parpol yang berhak menjadi peserta pemilu tahun ini. ’’Jadi, partai yang mendaftar langsung menuju meja yang sudah disediakan,’’ tuturnya.
Arief menegaskan bahwa satu calon hanya boleh mendaftar pada satu daerah pemilihan (dapil). Mereka juga tidak boleh mendaftar di tingkat berbeda. Misalnya, mendaftar di DPR, tapi juga mendaftar di DPRD. ’’Sebelumnya pernah terjadi. Tapi, dengan sistem informasi yang ada sekarang, hal itu bisa diketahui dengan cepat,’’ ujarnya.