Seramnya Kapal di Indonesia
SEJAK Idul Fitri 1439 H, setidaknya sudah empat kali terjadi musibah kecelakaan kapal secara beruntun. Heboh tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba belum hilang, kemarin disusul kandasnya KM Lestari Maju di Kepulauan Selayar.
Begitu seramnya naik kapal di Indonesia. Apa yang sebenarnya tetjadi dengan kapalkapal kita? Begitu kompleks problem transportasi air kita. Mulai usia kapal, standar perawatan kapal, kualitas sumber daya manusia (SDM) kapal, hingga kapabilitas aparat yang menangani transportasi air perlu dievaluasi total.
Bila tidak ada langkah-langkah luar biasa untuk memperbaiki kualitas transportasi air kita, cita-cita Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan tol laut pada 2018 tidak akan terealisasi. Bila terwujud pun, akan menjadi tol laut yang menyeramkan karena dilalui kapal-kapal yang siap tenggelam sewaktu-waktu karena tidak laik.
Transportasi udara dan darat sudah mulai berbenah. Setidaknya untuk pesawat dan kereta api. Wajah bandara dan stasiun kereta sudah berubah. Kinclong-kinclong. Sementara itu, kondisi pelabuhan masih seperti dulu. Cerita tentang penumpang telantar, kapal kelebihan muatan, dan kapal tanpa manifes masih kerap terdengar.
Perlakuan terhadap korban kecelakaan kapal juga sangat berbeda dengan terhadap korban insiden pesawat. Nilai asuransi yang diterima korban kecelakaan pesawat bisa ratusan juta rupiah. Bahkan bisa menembus miliaran rupiah. Sedangkan korban kecelakaan kapal sebatas mendapatkan santunan dari Jasa Raharja. Nilainya tak seberapa. Semampunya. Ganti rugi yang diberikan kepada penumpang yang mengalami kecelakaan juga belum berpihak kepada konsumen.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga harus transparan. Selama ini, hasil investigasi kecelakaan kapal tidak dipublikasikan dengan lantang. Pertanggungjawaban hukum terhadap kasus kecelakaan kapal juga terlewat begitu saja. Seolah hanya kejadian biasa. Apalagi kalau ditambah embelembel karena faktor cuaca atau alam.
Presiden Jokowi mungkin harus sering-sering naik kapal agar operator kapal dan pelabuhan berbenah. Kalau perlu, menteri-menteri diwajibkan naik kapal saat berkunjung ke daerah. Kebijakan pembangunan yang mengedepankan
land based oriented pelan-pelan harus diubah. Laut dan darat sama-sama penting. Untuk wilayah Indonesia yang mayoritas laut, sudah sewajarnya kita memiliki transportasi laut yang layak. Kapal-kapal harus mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi penumpang.