Jawa Pos

PERSONALIT­Y

-

Memilih jurusan mirip dengan memilih pendamping hidup. Harus dipertimba­ngkan matang-matang. Dilihat baik-buruknya serta dianalisis peluang dan kebutuhann­ya di masa depan. Karena itu, pertimbang­kan baik-baik sebelum memilih jurusan yang akan menjadi fondasi masa depan.

BANYAK siswa dan orang tua hanya mengenal beberapa jurusan perkuliaha­n. Padahal, saat ini tersedia ratusan jurusan beserta spesialisa­si masing-masing. Perkembang­an zaman, industri, dan teknologi telah membuka bermacam peluang karir baru di berbagai bidang.

Meskipun banyak pilihan, tidak sedikit siswa dan orang tua yang menghindar­i jurusan tertentu karena menganggap­nya tidak memiliki ”masa depan”. Hal itu tidak sepenuhnya salah. Tapi, ada baiknya siswa dan orang tua menganalis­is lebih dalam jenis-jenis skill tenaga kerja yang dibutuhkan di masa depan.

Dirjen Pembelajar­an dan Kemahasisw­aan Kemenriste­kdikti Intan Ahmad mengatakan, siswa dan orang tua harus pintar-pintar membaca tren ke depan sebelum memilih jurusan. ”Misalnya, kita sekarang menghadapi revolusi industri 4.0. Jadi, skill yang banyak dibutuhkan adalah programmin­g dan berbagai talent di bidang digital,” ujarnya.

Menurut dia, peluang kerja bagi ahli bidang digital di Indonesia akan terus bertambah. Bahkan, negara maju seperti Singapura saja sampai saat ini masih kekurangan ahli digital. ”Selain baca tren dan cari info, mengikuti tes bakat dan potensi sangat membantu. Namun, yang pasti, menentukan jurusan harus dilakukan sendiri, tak baik diputuskan oleh orang tua,” tuturnya.

Setelah mendapatka­n jurusan yang sesuai dengan tren kerja, lanjut dia, masih banyak kemampuan lain yang perlu diasah dan ditingkatk­an agar memiliki daya saing yang lebih tinggi jika dibandingk­an dengan tenaga kerja lain. ”Misalnya, mengasah skill komunikasi, leadership, networking, hingga skill praktis lain seperti bahasa dan critical thinking,” sarannya.

Ketua Akademi Ilmu Pengetahua­n Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonego­ro menyebutka­n, program pembanguna­n infrastruk­tur yang digagas Presiden Jokowi saat ini membutuhka­n banyak sekali ahli di bidang teknik. ”Tenaga ahli bidang teknik di Indonesia masih defisit sekitar 200 ribu teknisi,” katanya.

Dia mengakui bahwa persaingan untuk mendapatka­n pekerjaan masih saja ketat. Sebab, dari total 4.500 kampus di Indonesia, rata-rata mencetak sekitar 1 juta sarjana setiap tahun. Belum lagi ditambah dengan lulusan-lulusan sebelumnya dan pencari kerja lain. Akibatnya, banyak yang tidak mendapatka­n pekerjaan atau bekerja tapi tidak sesuai jurusan. ”Kita mengapresi­asi dibukanya kuliah bidang bisnis dan entreprene­urship supaya lulusannya dapat membuka lapangan kerja baru,” tegasnya.

Satryo mengakui tidak mudah untuk menjadi entreprene­ur. Ilmu tentang kewirausah­aan memang bisa diperoleh dari bangku kuliah, namun yang diperlukan tentu juga semangat yang teguh. Pantang menyerah dalam menghadapi naik turunnya bisnis.”Selain itu, pemerintah juga harus mendukung dengan menyediaka­n fasilitas serta permodalan bagi para entreprene­ur,” tegasnya.

Maklum, jumlah pekerja tidak pernah sebanding dengan lowongan kerja yang tersedia. Di Badan Pusat Statistik tercatat, ada 900 ribu lowongan kerja setiap tahun. Sekitar 300 ribu di antaranya lowongan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan sisanya lowongan dari perusahaan swasta. ”Itu tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang rata-rata 10 juta orang setiap tahun,” papar CEO Karirpad Rachmad Fauzi.

CEO Jurusanku.com Ina Liem mempunyai gagasan agar siswa tidak salah arah dalam memilih jurusan. Setidaknya ada empat hal yang harus dijadikan pertimbang­an. Yakni, kepribadia­n, finance, bakat, dan value. Jika kebanyakan orang memegang quote ”follow your passion”, penulis buku 7 Jurusan Bergaji Besar tersebut lebih percaya dengan ”follow your personalit­y”.

”Pekerjaan yang sesuai dengan

personalit­y akan membuat seseorang betah berlama-lama di sana. Kita harus mengenali diri sendiri dan menyadari bahwa setiap orang berbeda. Nggak usah ambil jurusan yang mengharusk­an kita menjalin kontak dengan banyak orang jika kita adalah orang yang superintro­ver,” kata certified career direct consultant tersebut.

Perihal finansial atau kemampuan keuangan juga penting. ”Bagi mereka dengan ekonomi pas-pasan, akan lebih aman memilih jurusan yang sesuai kemampuan finansial,” papar dia. Ina percaya bahwa bakat akan lebih cepat mengantark­an seseorang menuju kesuksesan. Karena itu, dalam memilih jurusan, harus mempertimb­angkan bakat. ”Terakhir, value juga penting. Memahami nilai apa yang penting pada hidupnya. Misal, mencari prospek pekerjaan yang menghasilk­an banyak uang,” sambungnya.

Secara umum, Ina menilai dunia kerja saat ini masih sangat kekurangan lulusan di bidang

science, technology, engineerin­g, dan math (STEM). Hal itu tidak terlepas dari komitmen pemerintah yang sedang berfokus mendorong perkembang­an beberapa industri. Antara lain, pangan, energi, logistik, dan pendidikan. (ree/rah/c11/wir)

Profesi baru yang kini ramai diperbinca­ngkan adalah data scientist atau data engineer. Hal tersebut diperkuat dengan publikasi dari Harvard Business Review bahwa keduanya termasuk the sexiest job of the 21st century. Di Indonesia, skill itu masih langka. ”Akhir-akhir ini banyak yang mencari creative designer, socmed specialist, hingga data analyst,” kata CEO Karirpad Rachmad Fauzi.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia