Jawa Pos

Proses Menyucikan Diri dan Meminta Izin Menikah

Malam Bainai dalam Tradisi Minang

-

SURABAYA – Sebuah tenda sederhana terpasang di depan rumah Fitria Handayani di kawasan Bratang Gede Sabtu (30/6). Tampak kesibukan kecil di dalam rumah. Malam itu tuan rumah tengah menunggu kedatangan mempelai laki-laki, Vory Goes Bartha Sitra. Fitria dan Vory menjalanka­n dua prosesi penting, yaitu pemberian seserahan dan malam bainai.

Sebagai keturunan asli Minang, Fitria merasa perlu menjaga adat. Salah satunya dengan menyelengg­arakan malam bainai. ’’Kalau bukan kami yang keturunan asli, lalu siapa lagi,’’ ungkap Fitria, lantas tersenyum. Malam bainai merupakan salah satu prosesi dalam adat Minang yang dijalani sebelum pernikahan berlangsun­g.

’’Malam bainai itu aku minta izin ke orang tua buat menikah,’’ ungkap Fitria. Zulfa Mitra, penggagas Sanggar Siti Nurbaya, menambahka­n bahwa malam bainai juga bertujuan untuk menyucikan diri bagi pengantin perempuan.

Malam bainai hanya boleh diikuti kerabat perempuan dan ayah mempelai perempuan. ’’Pakaian yang dikenakan calon pengantin perempuan itu pendek sehingga hanya muhrim yang boleh melihat,’’ tambah Efa, sapaan akrab Zulfa.

Benny Syahril dan Efridawaty, orang tua Fitria, duduk di pelaminan kecil berhias kain khas Minang. Fitria keluar dari kamar pingitan, lantas duduk dan membacakan ucapan terima kasih dan permintaan izin menikah dalam bahasa Minang. Efridawaty kemudian memberikan restunya dalam bahasa Minang pula.

Setelah pemberian izin dan doa dari orang tua, Fitria menjalani prosesi penyucian diri. Benny menjadi orang pertama yang memulai prosesi itu. Daun sitawa panjang dicelupkan ke dalam air yang bercampur mawar dan melati. Daun itu kemudian dikibaskan ke kepala Fitria. ’’Kalau zaman dulu, pengantin dimandikan dengan bungabunga yang wangi di sungai. Sekarang cukup diciprati saja,’’ ungkap Efa, pemandu prosesi tersebut.

Setelah mengibaska­n daun sitawa, Benny diminta mengambil beras kuning. Beras itu kemudian dilemparka­n atau diletakkan di kepala Fitria. ’’Beras kuning ini perumpaan harta. Harapannya agar di masa depan tak kekurangan,’’ jelas Efa. Prosesi dilanjutka­n dengan pemotongan bulu-bulu halus di wajah Fitria. Tujuannya, membersihk­an wajah dan diri pengantin sebelum menikah.

Setelah bersih, mempelai perempuan dipercanti­k. Tangan Fitria dibubuhi bedak dingin. ’’Dulu di wajahnya agar semakin cantik. Sekarang hanya simbolis, jadi di tangan saja,’’ ucap Efa. Langkah terakhir adalah pemberian inai. Inai merupakan daun pacar yang sudah ditumbuk halus. Inai diberikan di kuku tangan Fitria. ’’Inai itu simbol bahwa perempuan sudah dipinang. Lajang-lajang dilarang mengganggu,’’ jelas Efa.

 ?? RETNO DYAH/JAWA POS ?? MELESTARIK­AN BUDAYA: Resepsi pernikahan Fitria dan Vory menggunaka­n adat Minang.
RETNO DYAH/JAWA POS MELESTARIK­AN BUDAYA: Resepsi pernikahan Fitria dan Vory menggunaka­n adat Minang.
 ?? RETNO DYAH/JAWA POS ?? PENGGANTI MANDI: Ibunda Fitria, Efridawaty, mencipratk­an daun sitawa yang sudah dibasahi air campuran mawar dan melati.
RETNO DYAH/JAWA POS PENGGANTI MANDI: Ibunda Fitria, Efridawaty, mencipratk­an daun sitawa yang sudah dibasahi air campuran mawar dan melati.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia