Pemerintah Perpanjang Izin Freeport
Divestasi Molor karena Aspek Lingkungan
JAKARTA – Pemerintah kembali menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia hingga 31 Juli 2018. Perpanjangan IUPK diberikan lantaran molornya proses divestasi saham perseroan 41,64 persen yang seharusnya selesai akhir Juni 2018. Padahal, IUPK Freeport berakhir pada 4 Juli 2018.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono menuturkan, langkah perpanjangan IUPK ditempuh pemerintah karena ada beberapa hal dalam proses divestasi yang belum selesai. ’’Terutama dalam rangka menyelesaikan aspek lingkungan antara KLHK dan tim Freeport serta tim Inalum yang meminta,’’ katanya di gedung Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM kemarin (4/7).
Sayangnya, Bambang tidak menjelaskan lebih lanjut masalah lingkungan yang dimaksud. Sebab, aspek lingkungan berada di bawah wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Untuk aspek divestasi, pembangunan smelter dan kepanjangan operasi sudah masuk tahap final.
’’Kami berharap jadi, harus selesai satu bulan. Ini juga mempressure pemerintah dan Freeport satu bulan selesai,’’ tegasnya.
Adanya perpanjangan IUPK itu diharapkan mampu menjaga penerimaan negara dari bea keluar ekspor konsentrat Freeport. ’’Peme- gang IUPK mendapat penjualan hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu dengan membayar bea keluar sesuai ketentuan yang berlaku,’’ jelasnya.
Perusahaan yang beroperasi di Papua tersebut masih memiliki izin ekspor yang akan berakhir pada Februari 2019 dengan kuota 1.247.866 ton. Freeport mengekspor 456 ribu ton konsentrat sejak Februari hingga pertengahan Juni 2018. Rata-rata produksi harian ore yang dikirim ke mill stockpille pada 3 Juli 2018 mencapai 146.896 ton per hari dari rencana 176.614 ton per hari. Total ore dari tambang terbuka Grasberg mencapai 109.355 ton per hari dan tambang bawah tanah/underground 37.542 ton per hari.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan, saat ini PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) membentuk perusahaan baru untuk menerima 51 persen divestasi saham PT FI. ’’PT FI-nya jadi joint venture. Jadi, joint venture agreement-nya itu untuk memanage PT FI,’’ tuturnya di Hotel Fairmont Jakarta kemarin.
Di perusahaan baru itu, 80 persen sahamnya dipegang Inalum dan 20 persen saham untuk BUMD di Papua.