Soal Nyaleg, Menaker Tunggu Partai
Cukup Cuti, Menteri Tak Wajib Mundur
JAKARTA – Menteri yang ikut dalam kontestasi pemilihan anggota legislatif tahun depan bakal ramai. Sebab, mereka tidak perlu mundur dari kabinet. Cukup cuti.
Komisioner KPU Ilham Saputra menyatakan, PKPU Nomor 20/2018 tentang Pencalonan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak mengatur menteri yang nyaleg
Cuti saja, toh. Cek aja di MK ya, ada putusan di MK. Dia kan cuti. Dan kami belum menerima surat apa pun.’’ PRATIKNO Mensesneg
Dalam pasal 7 ayat (1) huruf K hanya disebutkan, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, aparatur sipil negara (ASN), tentara, polisi, dan direksi, komisaris, serta dewan penasihat BUMN dan BUMD harus mundur jika ingin nyaleg.
”Menteri dan Dubes tidak diatur,” terang dia di kantor KPU kemarin (5/7).
UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu juga tidak mengatur pencalegan dari menteri. Jadi, kata Ilham, memang tidak ada aturan soal menteri yang ingin menjadi calon anggota legislatif (caleg). Menteri boleh saja mencalonkan diri. Jika akan maju, menteri hanya cukup mengajukan cuti saat kampanye.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, salah seorang menteri yang disebut-sebut bakal nyaleg,
menyatakan, dirinya masih menunggu arahan dari presiden maupun partai. Apakah bakal maju menjadi caleg atau tidak, dia patuh pada keduanya. ”Sekarang fokus kerja dulu (sebagai menteri, Red). Kalau ada hajatan politik, itu nanti,” ucapnya.
Menteri asal PKB itu tidak membantah bahwa dirinya akan nyaleg. Namun, dia juga tidak bisa memastikan karena partai belum memberikan instruksi apa pun. ”Saya kan cuma anak buah,” ucapnya.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menjelaskan, untuk mengundurkan diri, menteri harus menyampaikan permohonan melalui kementerian masing-masing. Hanya, hingga kemarin, belum ada menteri yang menyampaikan permohonan pengunduran diri.
”Nggak ada. Kalau mau resign, kan harus melalui saya,” ujarnya di Istana Bogor. Dia mengaku belum mengetahui siapa saja menteri yang disebut-sebut akan maju ke ajang pemilihan anggota legislatif.
Mantan rektor Universitas Gadjah Mada itu juga menjelaskan, jika ada menteri yang mendaftar caleg, sebetulnya mereka tidak perlu mundur. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa tahun lalu. ”Cuti saja, toh. Cek aja di MK ya, ada putusan di MK. Dia kan cuti. Dan kami belum menerima surat apa pun,” imbuhnya.
Namun, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz mengungkapkan, menteri yang berniat nyaleg seharusnya mengundurkan diri. Sebab, dengan tetap menjadi menteri, mereka sangat mungkin menyalahgunakan fasilitas negara.
”Contoh, menteri pertanian, dia mau maju di dapil ini. Seluruh program akan diarahkan kepada dia. Menteri sosial, bansos-bansos itu diarahkan ke dapilnya. Di situ sebenarnya terjadi penya- lahgunaan wewenang,” ungkap Donald seusai diskusi tentang pencalegan kemarin.
Namun, penyalahgunaan semacam itu sering kali lolos dalam pengaturan. Maklum, yang membuat aturan adalah yang sedang berkuasa. Karena itu, berpotensi terjadi praktik dugaan penyalahgunaan wewenang untuk tujuan pemilihan tersebut. ”Karena kadang saat dia berkuasa, dia memanfaatkan. Dia tidak berkuasa, dia protes,” ujarnya.
Polemik PKPU Pencalegan Sementara itu, PKPU Pencalegan terus menjadi pembahasan. Khususnya soal larangan untuk nyaleg bagi mantan napi kasus korupsi. Kemarin pimpinan DPR mengundang KPU, Bawaslu, menteri hukum dan HAM, serta menteri dalam negeri.
Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) setelah rapat yang berlangsung lebih dari dua jam itu menyatakan, PKPU No 20/2018 tetap menjadi rujukan dalam pendaftaran bakal caleg parpol peserta pemilu.
”Seluruh pihak menghormati keputusan KPU yang mengesahkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Namun, hak dasar warga negara dan prinsip HAM, yakni memilih dan dipilih, harus dihargai,” tegasnya.
Bamsoet menyatakan, para mantan terpidana yang masuk larangan KPU, yakni kasus korupsi, kejahatan seksual, dan bandar narkoba, tetap diberi kesempatan untuk mendaftar sebagai bakal caleg dari parpol masing-masing. Bersamaan dengan itu, pihak yang berkeberatan dengan pasal PKPU itu bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
”Sambil menunggu proses verifikasi, yang bersangkutan juga dipersilakan menggunakan haknya untuk melakukan uji materi kepada MA agar peraturan dalam PKPU itu bisa diluruskan MA,” kata mantan ketua Komisi III DPR tersebut.
Di tempat yang sama, Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, pada prinsipnya, PKPU No 20/2018 tetap berlaku tanpa pengurangan maupun penambahan. KPU mempersilakan parpol peserta pemilu untuk mendaftarkan bakal caleg masing-masing. Namun, proses verifikasi akan menentukan bakal caleg mana yang memenuhi syarat dan yang tidak.
”Kalau pendaftaran, siapa pun boleh didaftarkan. Nah, nanti saat verifikasi baru mulai, kami menentukan apakah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan di PKPU atau tidak.”
”Silakan publik menilai. Kami sudah mengatur sebaiknya pada saat mendaftar itu sudah tidak menyertakan bakal calon yang terlibat tindak pidana tiga hal itu,” ujar mantan komisioner KPU Jatim itu.