Mantan Napi Korupsi dan Citra Parpol
Larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif telah diundangkan dalam berita negara. Momentum itu bertepatan dengan pembukaan pendaftaran caleg untuk Pemilu 2019. Sekaligus simbol sikap pemerintah yang akhirnya menyetujui perlakuan terhadap kasus korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
Larangan nyaleg bagi mantan napi korupsi itu tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. PKPU tersebut diundangkan dalam berita negara pada 3 Juli 2018, tepat sehari sebelum pembukaan pendaftaran caleg. Sayang, meski telah sah dan diberlakukan, suara-suara dari elite politik yang menentang aturan itu masih saja muncul.
Sebenarnya, larangan untuk nyaleg yang diatur dalam PKPU 20 tidak hanya untuk mantan napi korupsi. Dalam pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa larangan itu juga berlaku bagi mantan terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak. Ada semangat dari penyelenggara pemilihan umum untuk memfilter para wakil rakyat terpilih dari bekas pelaku tiga jenis kejahatan yang sangat meresahkan itu.
Para petinggi partai politik seharusnya tak perlu menentang larangan mantan napi korupsi untuk nyaleg. Tiru saja para keluarga serta kolega mantan napi bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak. Mereka anteng-anteng saja. Tidak protes kepada KPU meski dilarang
nyaleg. Bisa jadi mereka berpikir bahwa masih banyak orang yang lebih pantas untuk menjadi wakil rakyat dibandingkan mantan napi kasus yang sangat meresahkan.
Hal yang sama seharusnya lebih mudah dipikirkan oleh elite politik. Tentu masih banyak kader parpol yang tidak korup. Yang bisa ’’dijual’’ kepada masyarakat agar citra partai mereka lebih baik. Sadarlah, mati-matian membela mantan napi korupsi agar bisa menjadi wakil rakyat hanya akan memperburuk citra parpol. Minimal, tunjukkanlah bahwa parpol punya rasa malu dan punya semangat yang selaras dengan pemberantasan korupsi yang sepertinya sudah terjadi di semua lini pemerintahan negeri ini.
Masyarakat yang memiliki hak pilih saat ini juga sudah sangat cerdas. Arus informasi yang begitu cepat menyebar sangat memudahkan mereka untuk tahu kredibilitas dan track record setiap calon anggota legislatif. Memasang figur bermasalah dalam daftar caleg sebuah parpol tentu akan berimbas pada nasib parpol itu sendiri. Bisa-bisa, parpol yang bersangkutan tidak akan dipilih, bahkan ditinggalkan, oleh kaderkadernya.