Ketika Jepang Begitu Maju,
MESKI terpisah jarak belasan ribu kilometer, saya merasa marah betul ketika membaca kasus seorang jurnalis dipukuli ramai-ramai oleh suporter, pengurus, dan bahkan pemain sepak bola di Jember, Jawa Timur. Hati saya semakin mendidih ketika melihat video tindakan tidak beradab itu. Saya meradang, saya sedih, gemas, sebal, campur aduk menjadi satu.
Wartawan beritajatim.com Oryza Ardiansyah Wirawan dikeroyok tim Sindo Dharaka Jember. Itu terjadi setelah pertandingan melawan Persid Jember pada lanjutan Liga 3 di Jember Sport Garden (4/7).
Cuma karena hendak mengambil gambar pemain Sindo Dharaka yang protes kepada wasit, seseorang memiting leher Oryza. Smartphone dia dirampas. Oryza yang tergeletak di tanah lalu dipukuli ramairamai oleh para pemain. Biadab!
Saya heran, mengapa sepak bola bisa sebarbar itu? Sementara itu, di Rusia saya menyaksikan pesta, kegembiraan, keseruan, dan keharuan yang sangat manusiawi karena sepak bola. Di negeri saya sendiri, saya dihadapkan kembali pada insiden yang sungguh memuakkan.
Di Rusia, saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana luar biasanya etika suporter Jepang. Entah apa pun hasil pertandingannya, mereka selalu menjadi rombongan yang pulang paling akhir dari stadion karena lebih dulu mengumpulkan sampah yang berserakan.
Kebaikan fans Jepang itu menular kepada suporter lain. Bahkan kepada pemainnya. Foto yang viral di media sosial tiga hari lalu menunjukkan betapa dahsyatnya etos mereka. Seusai kalah dengan menyesakkan dari Belgia pada babak 16 besar, anggota timnas Jepang membersihkan sendiri kamar ganti mereka di Rostov Arena, Rostov-on-Don.
Itu masih ditambah dengan tulisan spasibo alias