Jawa Pos

Wong Dolly Kudu Iso Bahasa Inggris

Di Dolly ada sejarah, di Dolly ada kampung industri, dan kini di Dolly juga ada Kampung Inggris. Wahyu Cahyonegor­o sebagai motornya berharap kawasan itu akan menjadi kampung edukasi.

- THORIQ S. KARIM

KEMAMPUAN bahasa Inggris para warga eks lokalisasi Dolly diuji saat menyambut delegasi penyelengg­ara pemilihan umum internasio­nal. Ada 70 perwakilan yang hadir. Mereka berasal dari Malaysia, Thailand, Sri Lanka, dan Timor Leste.

Perwakilan delegasi tersebut mengunjung­i sentra UKM dan Dolly Saiki Point. Dulu pemkot harus menyiapkan penerjemah untuk mendamping­i mereka. Tapi, pada kunjungan 28 Juni lalu, ada Dewi, Orlin, dan Santa, warga setempat yang mengambil peran. Mereka menjadi penerjemah untuk kali pertama.

”Morning,” ucap Dewi saat rombongan yang datang menggunaka­n kereta kelinci itu tiba di lokasi. Komunikasi berlanjut. Dewi dan kedua rekannya memperkena­lkan diri. Bahasa Inggris yang mereka gunakan cukup bagus. Paling tidak, perwakilan delegasi itu paham dengan omongan mereka

Selain mereka bertiga, masih ada warga lain di sekitar Putat Jaya yang mampu berbahasa Inggris dengan lancar. ”Kami bisa setelah aktif di Kampung Inggris sejak Mei lalu,” kata Dewi.

Kampung Inggris merupakan program yang sedang berjalan di Dolly. Pesertanya anak-anak, remaja karang taruna, hingga orang tua. Mereka terbagi dalam kelas pemula, menengah, dan lanjutan.

Tempat belajarnya di balai RT, RW, dan dua rumah warga. Pembelajar­an berlangsun­g setiap hari, mulai pukul 14.00 hingga pukul 21.00. Ada beberapa kelas. Satu kali sesi 1,5 jam.

Awalnya, banyak peserta yang memilih diam saat ditanya pengajar. Perlahan, mereka mau berbicara sepatah atau dua patah kata. Setelah berani berbicara, peserta diberi penjelasan tentang grammar. Cara itu mudah dipahami dan cukup mengena. ”Dulu mereka kagok berbahasa Inggris, sekarang sudah bisa nyerocos,” ucap Wahyu Cahyonegor­o.

Lelaki asal Jalan Putat Jaya Timur Gang 6 itu lega karena gagasannya bisa terwujud. Dia menceritak­an, pada 2016, ide tersebut muncul. Wahyu merasa pemberdaya­an masyarakat di Dolly masih kurang.

Bapaktigaa­nakitumeny­ampaikan gagasanter­sebutkepad­aTakdir,ketua RT 2, RW 2, Kelurahan Putat Jaya. Warga Dolly harus pintar dan bisa berperan untuk kampung sendiri. Salah satu program yang menarik adalah pendalaman bahasa.

Takdir menyambut positif. Tapi, Wahyu tak kunjung mewujudkan gagasan itu. Dia sadar, untuk mengubah Dolly, dibutuhkan biaya yang besar. Sambil menabung, suami dr Dewi Kusuma Cahyonegor­o itu bercerita kepada rekanrekan­nya yang mau menjadi donatur. ”Perlahan, uang terkumpul sekitar Rp 40 juta,” kenang Wahyu.

Setelah terkumpul, Wahyu berkoordin­asi dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama di Dolly dan sekitarnya. Sambutan positif berdatanga­n. Awal 2018, dia bertekad membangun Kampung Inggris. Strategi disusun. Dia mem-branding Dolly terlebih dahulu. Misalnya, mengecat paving, tembok, dan memasang papan petunjuk berbahasa Inggris.

Aksi tersebut mengundang penasaran warga. Ada yang bertanya mau diapakan lagi Dolly sekarang. Wahyu tidak menjawab tegas. Dia hanya mengatakan Wong Dolly kudu iso bahasa Inggris.

Kelas bahasa dibuka akhir Maret lalu. Ada empat kelas waktu itu. Kampung Inggris juga diikuti warga di luar Dolly. Salah satunya anggota TNI yang hendak bertugas menjadi pasukan perdamaian PBB di Lebanon. Mereka ingin bahasa Inggris-nya lebih fasih. Wahyu mengaku belum puas. Dia berencana membuka program TOEFL gratis untuk mahasiswa.

 ?? AKHMAD RIZAL/JAWA POS ?? DIMINATI SEGALA USIA: Suasana salah satu kelas di Kampung Inggris eks lokalisasi Dolly yang diajar Ahmad Kholiq (kanan). Wahyu Cahyonegor­o (belakang, baju merah) ikut mendamping­i.
AKHMAD RIZAL/JAWA POS DIMINATI SEGALA USIA: Suasana salah satu kelas di Kampung Inggris eks lokalisasi Dolly yang diajar Ahmad Kholiq (kanan). Wahyu Cahyonegor­o (belakang, baju merah) ikut mendamping­i.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia