Jawa Pos

Satu Buku Selama Jadi Sopir Taksi Online

Menyalurka­n Hobi Street Photograph­y ala Purwanto Rass

-

Modal utama membuat foto apik bukanlah kamera kelas atas. Purwanto Rass sangat meyakini itu. Berbekal kamera digital, dia sudah menelurkan empat buku fotografi.

HASTI EDI SUDRAJAT

PURWANTO tampak antusias saat rumahnya didatangi Jawa Pos kemarin (4/7). Pria 52 tahun itu lantas mengambil beberapa buku yang tertata di lemari ruang tamunya. Ukuran buku tersebut beragam. Namun, semuanya memiliki kesamaan. Yakni, buku fotografi. Purwanto membuat sendiri dalam tiga tahun terakhir. ”Baru satu yang dijual ke pasaran, sisanya untuk dokumentas­i pribadi,” ungkapnya.

Buku fotografi karyanya identik. Memiliki tema yang sama. Yakni, ber- kaitan dengan kehidupan jalanan. Mulai hiruk pikuk pasar sampai tukang becak yang terlelap di pinggir jalan.

Dunia fotografi belum lama ditekuniny­a. Purwanto baru mengenal seni memotret pada pertengaha­n 2013. ”Di tempat kerja saya yang dulu ada kelas pelatihan foto,” tutur pria yang pernah bekerja di sebuah tabloid milik Jawa Pos Group itu. Mentor pengisi materi adalah Yuyung Abdi, fotografer senior Jawa Pos.

Pria kelahiran 21 Juni 1966 itu tidak membutuhka­n waktu lama untuk tertarik dengan dunia fotografi. Terlebih, saat itu media sosial (medsos) Facebook

sedang naik daun. Berbekal dana Rp 1 juta, dia membeli kamera digital pertamanya. ”Lambat laun kenal komunitas. Ikut-ikutan hunting,” terangnya.

Purwanto menyadari, kameranya tidak pas untuk menyalurka­n hobi jeprat-jepret. Maklum, mode pengambila­n gambarnya adalah otomatis. Itu berbanding terbalik dengan kamera milik teman komunitasn­ya. ”Mereka pakai kamera dengan mode manual semua,” katanya. Dengan mode manual, kata dia, mengikuti kopi darat komunitas fotonya. Namun, dia lama-lama merasa bosan dan ingin mencari tantangan baru. ”Waktu itu kebetulan punya banyak kenalan budayawan,” ucapnya.

Bapak tiga anak itu mendatangi beberapa tempat yang rutin mengadakan pergelaran seni. Misalnya, Balai Pemuda dan Gedung Cak Durasim di Surabaya. ”Hampir setiap bulan ada pementasan. Objeknya bagus, lighting-nya juga mendukung,” tutur warga Perumahan Citra Fajar Golf, Sidoarjo, itu

Nah, ide-ide baru kembali muncul di benaknya seiring berjalanny­a waktu. Purwanto merasa ada yang kurang kalau tidak mengeksplo­rasi Kota Delta. Wilayah tempat tinggalnya. ”Jadi, tidak hanya ambil gambar. Idenya kalau bisa ada bedah buku juga sebagai pelengkap,” paparnya.

Niatnya membuat buku semakin kuat pada akhir 2015. Gara-garanya, hard disk berisi file foto miliknya mendadak rusak. ”Eman kalau hasil hunting selama ini tidak terdokumen­tasikan,” sebutnya.

Purwanto kemudian mengambil foto-foto yang sudah diunggahny­a di medsos, lalu mengumpulk­annya. ”Muncul kebanggaan tersendiri kalau ada visual nyatanya seperti buku,” tuturnya. Buku pertamanya itu membahas street photograph­y.

Setelah memutuskan berwiraswa­sta, dia menjadi sopir taksi online. Di selasela kesibukann­ya itulah dia menyalurka­n hobi fotografin­ya. ”Ketika menunggu penumpang, pas terjebak macet panjang, langsung jepret,” ujarnya.

Rutinitas itu dijalani sekitar lima bulan. Dia merasa kurang cocok menjadi sopir taksi online. ”Tapi, saya dapat oleh-oleh selama menjadi sopir taksi online,” katanya. Dia membukukan foto karyanya. Buku berjudul Spion tersebut dijual ke pasaran. ”Beberapa kali foto hasil hunting ketika jadi sopir taksi online juga diikutkan lomba dan menang,” paparnya.

 ?? HANUNG HAMBARA/JAWA POS ?? STREET PHOTOGRAPH­Y: Purwanto menunjukka­n salah satu buku yang memuat hasil jepretanny­a. hasil pemotretan terasa beda. Sebab, ada proses permainan cahaya. ”Beli kamera DSLR pada 2014,” kenangnya. Purwanto menjual kamera digitalnya. Dia lantas berganti...
HANUNG HAMBARA/JAWA POS STREET PHOTOGRAPH­Y: Purwanto menunjukka­n salah satu buku yang memuat hasil jepretanny­a. hasil pemotretan terasa beda. Sebab, ada proses permainan cahaya. ”Beli kamera DSLR pada 2014,” kenangnya. Purwanto menjual kamera digitalnya. Dia lantas berganti...

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia