Sembilan Pilkada Digugat ke MK
Boleh Menggugat jika Ada Force Majeure
JAKARTA – Kendati syarat gugatan hasil pilkada diperketat, masih ada pasangan calon (paslon) kalah yang mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berharap agar MK bersedia menganulir kemenangan paslon lawan dengan dasar buktibukti kecurangan.
Data yang dikumpulkan Kode Inisiatif menunjukkan, tidak semua sengketa hasil pada pilkada serentak 2017 yang dilanjutkan MK lolos karena syarat ambang batas. Pasal 158 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur ketentuan selisih suara 2 persen hingga 0,5 persen (bergantung kepada jumlah penduduk, Red) dari total suara sah agar sengketa bisa dilanjutkan MK. Namun, dalam sejumlah kasus, MK tetap memproses meski selisihnya melampau batas UU.
’’Biasanya, untuk sengketa hasil, ada putusan sela dan putusan akhir. Jika tidak memenuhi ambang batas, langsung ditolak MK dalam putusan sela. Namun, ada empat yang sampai putusan akhir (lihat grafis, Red),” kata Veri Junaidi, direktur eksekutif Kode Inisiatif di kantornya kemarin (8/7).
Sebagai contoh, sengketa pil- kada di Intan Jaya. Memiliki jumlah penduduk di bawah 2 juta, pengajuan sengketa pilkada Intan Jaya bisa dilakukan jika terdapat selisih 2 persen. Nilai ambang batas pemenang pilkada Intan Jaya saat dihitung dari total suara sah hanya 1.520 suara. Sementara itu, selisih antara pemenang dan pasangan suara terbanyak kedua atau pemohon sebesar 2.482 suara. ’’MK nyatanya tetap memproses,’’ kata Veri.
Hasil pilkada di Intan Jaya pun berubah. Keputusan MK yang memerintahkan penghitungan suara ulang di tujuh TPS memenangkan pasangan calon yang berbeda. Pasangan Natalis Tabuni dan Yann Robert Kobogoyauw yang meraih posisi kedua, berbalik menjadi pemenang dengan perolehan suara 36.883. PasanganYulius Yapugau dan Yunus Kalabetme yang sempat dimenangkan KPU hanya memperoleh 34.395 suara pascahitung ulang.
Veri menyatakan, keputusan MK yang tidak langsung menolak sengketa pilkada Intan Jaya disebabkan sejumlah faktor. MK mendapati fakta ada dua versi penetapan hasil pilkada di Intan Jaya. MK memandang terjadi kejadian luar biasa (force majeure) dalam proses rekapitulasi suara. Akibatnya, proses rekapitulasi tidak selesai sehingga menyisakan beberapa TPS yang belum dihitung.
”Di pilkada Tolikara misalnya, selisihnya juga tidak memenuhi syarat ambang batas, namun MK mempertimbangkan adanya rekomendasi Bawaslu yang meminta pemungutan suara ulang (PSU) tidak dilaksanakan KPU,” ujar Veri.
Veri, dengan adanya kondisi sengketa pilkada di 2017, sangat mungkin situasi yang sama terjadi pada Pilkada 2018.
Sementara itu, hingga kini MK telah menerima sembilan permohonan sengketa pilkada. Berdasarkan website resmi MK, sembilan pengajuan itu sengketa pilkada Kota Tegal, Kota Pare Pare, Kota Gorontalo, Kota Madiun, Kota Cirebon, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Biak Numfor.