Negara Maritim kok Pelayarannya Bobrok
TULUS ABADI
Dari evaluasi Kementerian Perhubungan, mudik Lebaran tahun ini berjalan lebih baik. Lalu lintas lancar dan angka kecelakaan berkurang. Sayang, pada momen yang sama, ratusan orang kehilangan nyawa akibat kecelakaan kapal. Wartawan Jawa Pos Ferlynda Putri mewawancarai ketua Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) tersebut terkait dengan pelayanan dunia pelayaran di tanah air. Bagaimana Anda menilai klaim pemerintah atas kesuksesan angkutan Lebaran?
Klaim tersebut bisa jadi ada benarnya. Namun, jika melihat sektor angkutan pelayaran, klaim pemerintah tersebut berbalik 180 derajat. Bagaimana tidak, pada satu bulan Lebaran saja, dua kapal manusia tenggelam dengan korban masal. Pertama, KM Sinar Bangun 5 di perairan Danau Toba pada H+3 Lebaran. Korban meninggal atau hilang tak kurang dari 170 orang.
Kedua, masih pada suasana Lebaran, pada 2 Juli, kapal Maju Lestari tenggelam di Selat Selayar, Sulawesi Selatan. Korban meninggal/ hilang juga tak kurang dari 130 orang. Jadi, selama musim Lebaran, di sektor angkutan pelayaran, korban meninggal karena kecelakaan atau kapal tenggelam mencapai 300 orang. Penyebab utamanya pun sama, overkapasitas.
Dengan terbuktinya manifes penumpang yang tidak sama dengan kondisi di lapangan, apakah pelayanan angkutan pelayaran bisa dibilang bobrok?
Jika tidak boleh dibilang gagal, dua kejadian tersebut bisa memotret bahwa pemerintah masih kedodoran dalam manajemen transportasi pelayaran.
Menurut Anda, apa yang harus diperhatikan?
Masih lemahnya pengawasan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Dalam hal ini dinas perhubungan setempat. Bahkan mungkin memang tidak ada pengawasan. Hal itu terlihat dari KM Sinar Bangun yang hanya berkapasitas 43 orang, tetapi ternyata memuat lebih dari 200 orang. Hal yang amat primitif, sebuah kapal tenggelam karena overkapasitas.
Selain itu, infrastruktur transportasi, khususnya sektor pelayaran rakyat, masih minim. Terbukti, rata-rata kapal yang digunakan adalah jenis kapal kayu yang jauh dari standar kelaikan. Sudah tidak standar, muatan melebihi kapasitas yang ditentukan pula. Selain kapal yang tidak terstandardisasi, awak kapal tidak tersertifikasi pula, termasuk nakhoda. Kapal berlayar tanpa surat kelaikan layar, baik kapal maupun awak kapalnya.
Selain pelayaran rakyat, apa catatan lain soal pelayaran?
Khusus untuk pelayaran yang dikelola PT ASDP, akhir-akhir ini juga menunjukkan gejala kemunduran. Khususnya dari sistem ticketing. Pada 2016 sistem ticketing di PT ASDP sudah cukup baik. Sudah berbasis elektronik. Sekarang berantakan lagi. Mundur. Menjadi tiket manual lagi.