Sarang Tak Boleh Dipindah, Musuh Utamanya Semut
Menengok Manisnya Budi Daya Madu Klanceng di Desa Widoro
Sebagian warga Desa Widoro, tepatnya di Dusun Banyon, kini memiliki aktivitas tambahan. Yakni, beternak lebah klanceng atau lanceng alias Apis florea untuk diambil madunya.
AGUS MUHAIMIN, Trenggalek
KECAMATAN Gandusari sempat terkenal karena adanya lokasi wisata Bukit di Atas Awan di Dusun Banyon, Desa Widoro. Pada momen-momen tertentu, lokasi yang memang perbukitan itu menyajikan pemandangan alam yang cukup menawan. Dari atas bukit, terlihat halimun tebal saat pagi. Menimbulkan kesan berada di atas puncak gunung yang tinggi.
Tidak jauh dari lokasi itu, tepatnya di RT 23, RW 9, Desa Widoro, sejumlah warga lagi senang-senangnya membudidayakan klanceng. Ya, selain mengelola ladang, mereka mendapat penghasilan tambahan dari budi daya lebah madu kerdil tersebut.
Madu dari binatang kecil itu cukup lumayan. Maklum, per liter rata-rata dijual Rp 600 ribu. ’’Saya cuma punya seratusan kotak (rumah klanceng, Red). Sebulan hanya mampu produksi 2 literan,’’ kata Sujarni, peternak klanceng.
Di sekitar rumah Sujarni, terdapat rak-rak yang berisi puluhan kotak koloni klanceng. Sudah setahun terakhir ini dia berbudi daya klanceng di desanya. Keinginan itu sebenarnya berangkat dari rasa penasaran.
Ya, Sujarni memiliki seorang rekan di desa tetangga yang membudidayakan lebah itu, tapi terus gagal. Di sisi lain, nilai ekonomi madu yang dihasilkan klanceng cukup lumayan. ’’Akhirnya, saya coba nyari bibit untuk dipelajari dan diamati,’’ ungkapnya.
Bibit yang dimaksud Sujarni adalah koloni klanceng. Dalam koloni itu, terdapat lebah ratu yang menghasilkan telur dan lebah pekerja yang mencari makanan untuk koloni. Biasanya, lebah tersebut bisa ditemukan di sudut-sudut rumah, terutama yang ada bambunya, untuk bersarang. ’’Saya memintanya kepada yang punya rumah karena biasanya lebah itu tidak begitu diperhitungkan,’’ katanya.
Dari pencarian bibit tersebut, Sujarni berhasil mengumpulkan sekitar 20 koloni lebah untuk dijadikan percobaan. Dari pengamatannya, membudidayakan klanceng tidaklah mudah. Pembudi daya harus bisa membuat koloni klanceng itu betah. Yakni, menyesuaikan dengan alam atau habitat binatang tersebut. Misalnya, tidak membiarkan terlalu banyak cahaya masuk ke dalam sarang.
Selain itu, klanceng memiliki karakter yang unik. Mereka akan bingung ketika rumah atau tempat tinggal mereka digeser kendati hanya sekian sentimeter. Apalagi dipindah dengan koloni lain. ’’Salah masuk rumah, bisa terjadi pertandingan di sana. Akibatnya, banyak yang mati dan koloni itu tidak berkembang,’’ jelasnya.
Selain itu, yang membuat budi daya klanceng gagal adalah hama, yakni semut. Karena itu, sarang atau koloni klanceng tidak boleh ditempatkan sembarangan. Tak heran, Sujarni membuat rak-rak khusus untuk menaruh kotak-kotak koloni lebah. ’’Beberapa sisi saya beri oli bekas untuk menghindarkan serangan semut,’’ terangnya.
Di lokasi yang sama, Suyoto menambahkan, pemasaran madu klanceng sementara masih sebatas getok tular. Biasanya mereka yang membutuhkan madu datang langsung ke rumah pembudi daya. ’’Ada yang beli untuk sakit lambung,’’ katanya.
Jumlahnya tidak banyak. Maklum, harga madu klanceng lumayan tinggi, Rp 600 ribu per liter. ’’Paling hanya satu botol atau setengah botol ukuran 250 cc itu,’’ ujarnya.