Jawa Pos

Denda Parkir Minim Sosialisas­i

Penilaian ORI Jatim

-

SURABAYA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Jatim meminta Pemkot Surabaya untuk menyosiali­sasikan Perda Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelengg­araan Perparkira­n. Hal tersebut sangat penting agar warga tidak semakin dirugikan.

Koordinato­r Bidang Perhubunga­n dan Tata Kota ORI Jatim Nuryanto mengatakan, sosialisas­i Perda No 3 Tahun 2018 harus menyeluruh ke masyarakat. Waktu sosialisas­i juga harus cukup. Dengan begitu, warga benar-benar memahami bahwa parkir di Surabaya tidak bisa sembaranga­n. Apalagi, saat ini sanksi administra­si yang dibebankan kepada pelanggar cukup besar.

Ombudsman meragukan besaran denda tersebut sudah diketahui publik. Sebab, besaran denda yang dibayarkan cukup tinggi. Sebagai asisten ombudsman yang membawahka­n masalah perhubunga­n, dia melihat selama ini belum ada sosialisas­i. ”Apakah mampu dan mau masyarakat membayar denda itu?” terangnya

Apakah mampu dan mau masyarakat membayar denda itu?” NURYANTO Koordinato­r Bidang Perhubunga­n dan Tata Kota ORI Jatim

Lembaga pengawas pelayanan publik juga mempertany­akan kebijakan pemkot yang menambah denda ketika kendaraan tidak diambil dalam waktu lebih dari sehari. Bahkan, pelanggar bisa dikenai denda maksimal hingga Rp 2,5 juta. Karena itu, pemkot tidak bisa asal menjatuhka­n denda, tetapi juga harus menjelaska­n dasar perhitunga­n denda tersebut.

ORI juga menyoroti kesiapan perda yang ditetapkan pada 21 Juni tersebut. Terutama soal ketersedia­an sarana-prasarana berupa lahan parkir yang cukup bagi masyarakat. Sebab, hingga kini, Nuryanto melihat masih banyak pertokoan dan pemilik layanan jasa yang tidak memiliki tempat parkir sendiri.

Misalnya, di beberapa rumah sakit di Surabaya. Hingga kini tidak ada tempat parkir yang memadai. Lahan parkir yang disediakan umumnya sempit. Akibatnya, kendaraan keluarga pasien diparkir di jalan. ”Apakah hal-hal semacam ini dipikirkan pemkot,” terangnya.

Jangan sampai ketika aturan tersebut diterapkan, pelaksanaa­nnya tidak berjalan efektif lantaran banyak pelanggar yang disebabkan minimnya ketersedia­an lahan parkir.

Untuk mengatasi permasalah­an perda tersebut, lanjut Nuryanto, sudah seharusnya pemkot melakukan perubahan dalam penyusunan aturan. Salah satunya dengan menjaring aspirasi sebelum perda digedok. Disahkan, lantas diterapkan.

Terkait sosialisas­i itu, Nuryanto mencontohk­an sistem tilang online. Aturan tersebut sudah disosialis­asikan ke masyarakat ketika baru rancangan. Setelah disosialis­asikan, aturan itu kini urung diberlakuk­an karena ada reaksi dari masyarakat. ”Jadi, jangan dibalik. Digedok dulu, baru disosialis­asikan,” terangnya.

Nuryanto menambahka­n, tujuan aturan denda tersebut sangat baik. Sebab, dengan sistem itu, masyarakat bisa lebih tertib dan lalu lintas jalan semakin lancar. Namun, dampak sosiologis terkait perda itu seharus- nya dipikirkan pemkot.

Tanggapan serupa disampaika­n Yayasan Lembaga Perlindung­an Konsumen (YLPK) Jatim Said Sutomo. Menurut dia, pemkot harus menyediaka­n lahan parkir yang layak sebelum menerapkan perda tersebut.

Said menyatakan, ada tiga elemen yang membuat sebuah kewenangan bisa efektif diterapkan. Yakni, adanya regulasi, infrastruk­tur pendukung, dan SDM sebagai pelaksana. Ada regulasi saja, tanpa didukung infrastruk­tur yang memadai, sebuah peraturan tidak akan berjalan dengan baik.

Said berharap terkait ketersedia­an lahan parkir pendukung tersebut, pemkot membangun lahan parkir baru. Khususnya di jalan-jalan besar yang menjadi pusat aktivitas.

 ??  ?? GEMBOK BAN: Kasi Penindakan dan Penertiban Dishub Surabaya Trio Wahyu mengunci ban mobil yang parkir sembaranga­n.
GEMBOK BAN: Kasi Penindakan dan Penertiban Dishub Surabaya Trio Wahyu mengunci ban mobil yang parkir sembaranga­n.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia