Sertifikasi Masal Dinilai Tak Efektif
SURABAYA – Pemerintah pusat menargetkan setiap jengkal tanah harus bersertifikat pada 2024. Pemkot Surabaya membantu pencapaian target itu dengan membuat program sertifikasi masal swadaya (SMS) dua tahun lalu. Namun, program tersebut dinilai tidak efektif.
Hingga kini, masih banyak berkas warga yang belum tuntas. Padahal, mereka dijanjikan sertifikat tuntas dalam 98 hari. Namun, hingga dua tahun, berkas tidak kunjung jelas.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya Minun Latif menerangkan bahwa program pemkot tersebut sudah tidak lagi dipercaya warga. Banyak yang beralih ke pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL) yang digagas Badan Pertanahan Nasional (BPN). ”Ruwet dan lama. Saya tahu sendiri itu, makanya semuanya pindah ke PTSL,” ujar mantan camat Lakarsantri tersebut.
Berkas warga yang dikirimkan bersama-sama itu ternyata lebih lama daripada pengurusan biasa. Padahal, pemkot sudah menginstruksi lurah untuk tidak mempersulit penerbitan riwayat tanah dan membantu seluruh berkas warga yang dibutuhkan.
Selain itu, banyak warga yang mengira bahwa diskon yang diberikan pada program sertifikasi masal berlaku secara keseluruhan. Padahal, biaya bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) tidak
dipotong. Bea tersebut dihitung 5 persen dari nilai transaksi atau nilai jual objek pajak (NJOP).
Jika nilai transaksi atau NJOP mencapai Rp 500 juta, BPHTB yang harus dibayarkan Rp 25 juta. Tanpa membayar bea tersebut, sertifikat tak akan terbit.
Minun menyarankan pemkot memberikan keringanan untuk BPHTB. Jika hal tersebut dilakukan, dia percaya program sertifikasi bakal sukses. Saat ini ada 200 ribu lebih bidang tanah yang belum bersertifikat. ”Jika ada keringanan BPHTB, saya yakin yang berminat menyertifikatkan sangat banyak,” terang politikus PKB tersebut.
Kepala Bagian Administrasi Pemerintah dan Otonomi Daerah (Otoda) Kota Surabaya Dedi Irianto menerangkan, program SMS memang sudah tidak lagi berjalan. Sejak dia menjabat kepala bagian pemerintahan, program itu digantikan PTSL. Berkas SMS bisa dialihkan ke PTSL. ”Ada 20 kelurahan yang ikut program PTSL,” jelas mantan Kabag Bina Program tersebut.
Ruwet dan lama. Saya tahu sendiri itu, makanya semuanya pindah ke PTS.”
MINUN LATIF Anggota Komisi A DPRD Surabaya