Buku Keempat Kembar Siam Tim PPKST RSUD dr Soetomo Gandeng Dokter Muda sebagai Penerjemah
Tim Pusat Pelayanan Kembar Siam Terpadu (PPKST) RSUD dr Soetomo menerbitkan buku keempat tentang kembar siam. Berbeda dengan tiga terbitan sebelumnya, karya terbaru mereka menggunakan dua bahasa sekaligus. Inggris dan Indonesia.
DWI WAHYUNINGSIH
BERSAMPUL biru, buku tentang kembar siam memiliki dua halaman depan. Satu berbahasa Indonesia dan lainnya dalam bahasa Inggris. Begitu juga dengan isinya. Saat ini baru sepuluh eksemplar yang dicetak.
’’Sisanya masih menunggu ISBN (International Standard Book Number) sebelum dicetak lebih banyak,’’ ujar Ketua Pusat Pelayanan Kembar Siam Terpadu (PPKST) RSUD dr Soetomo dr Agus Harianto SpA(K). Meski demikian, drafnya sudah menyebar di beberapa kota. Khususnya daerah yang pernah ditemukan kasus kembar siam.
Agus memang sengaja menyebarkan karya berjudul Management of Conjoined Twin itu sejak belum menjadi buku. Sebab, buku tersebut berisi catatan dalam penanganan kembar siam. Mulai terdeteksi di kandungan hingga meninggal ataupun survive. ’’Buku ini juga berisi tentang klasifikasi kembar siam menurut anatomi dan fisiologinya. Jadi, bisa dipelajari prognosisnya, apakah bayi tersebut survive atau nonsurvive,’’ lanjutnya.
Berdasar hasil catatan tim PPKST RSUD dr Soetomo, hingga akhir 2017 sudah ada 85 pasien kembar siam. Dari jumlah itu, 55 persen merupakan kasus thoracoabdominopagus atau dempet dada hingga perut. Lebih dari 50 persen kasus tidak bertahan. Selain itu, buku tersebut berisi tentang prosedur rujukan kasus kembar siam.
Sebab, menurut Agus, tidak semua kembar siam harus dirujuk. Bergantung letak bagian tubuh yang dempet serta komplikasi yang dialami. ’’Dalam pembuatan buku ini, saya juga melibatkan seorang dokter muda untuk membuat versi (bahasa) Inggris-nya,’’ tutur Agus.
Dia adalah Amrina Rosyada. Dokter muda dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang tengah menempuh koas. Ocha, sapaan akrabnya, terpilih bukan tanpa alasan. Selain jago berbahasa Inggris, dia memiliki kemampuan menulis yang baik. Apalagi, Ocha pernah menjadi salah satu wakil Indonesia di Harvard National Model United Nations pada 2015. ’’Kaget sekaligus senang sewaktu ditawari membantu menulis versi bahasa Inggris dari buku ini,’’ ujarnya.
Semua berjalan lancar ketika Ocha di stase anak. Jika ada yang tidak dipahami, dia bisa menemui Agus dengan mudah. Namun, ketika dia harus pindah stase, kesulitan mulai muncul. Jadwal yang berbeda membuatnya sulit untuk bisa berkonsultasi dengan Agus. ’’Kalau nerjemahinnya sendiri cuma sebulan. Revisinya yang agak lama. Tapi, alhamdulillah selesai dengan baik,’’ ucapnya.