Kecemasan dalam Ratusan Karya
SURABAYA – Ratusan kertas dengan goresan tinta biru dan hitam ditempel berdampingan di dinding. Lelehan lilin merah menyala di tengah-tengah ruangan pameran C2O Library & Collabtive. Selama seminggu ke depan, ruangan tersebut digunakan untuk menampilkan karyakarya Dwi Januartanto. Pameran solo perdana Januar, sapaan Dwi Januartanto, itu bertajuk Angst dan resmi dibuka Sabtu malam (7/7).
Januar juga menampilkan tiga buah lukisan berukuran sedang. Di salah satu sudut ruangan, sebuah lukisan berjudul Hierarki digantung. Lukisan itu dibuat dengan cat semprot, cat minyak, cat akrilik, dan bolpoin di atas kanvas. Warna-warna gelap digunakan sebagai warna dasar. Januar kemudian membubuhi wajah-wajah dengan warna putih keabu-abuan. Ada yang berekspresi melongo, ada yang wajahnya terbalik.
Bagi Januar, lukisan itu menggambarkan kecemasannya mengenai hierarki yang ada di masyarakat. ”Kecemasanku sama masyarakat dan tatanan moral yang ada,” ungkap Januar. Baginya, dunia terjungkir balik, namun tetap terpaku pada satu perspektif kebenaran yang ada. ”Di dalamnya ada wujud kesengsaraan, kematian, dan kegersangan,” ucap pria kelahiran Lamongan itu.
Tiga lukisan tersebut disandingkan berdampingan dengan lebih dari 200 karya drawings dan sebuah puisi singkat yang ditulis dengan cat hitam di dinding. Karyakarya itu dibuat dalam rentang waktu 2014 hingga 2018.
Ayos Purwoaji, kurator pameran Angst, membutuhkan waktu cukup lama untuk melihat semua karya Januar. ”Untuk drawings saja bisa sampai 300 karya dari ukuran jumbo sampai potongan kertas kecil,” ungkap Ayos. Namun, dari seluruh karya Januar selama empat tahun tersebut, kecemasan dan kegelisahan dalam diri Januar tak pernah berubah. Akhirnya, tema itulah yang diangkat untuk ekshibisi pertamanya.
Kecemasan yang dimaksud berkisar di ranah personal Januar. ”Rasa kegelisahan yang purba,” jelas pria berusia 30 tahun itu. Purba yang dia maksud adalah selalu ada dalam diri setiap manusia sejak dulu. ”Kegelisahan tentang eksistensi diri, seksual, dan agama yang dianut,” sebutnya. Januar tak ingin mematok interpretasi tertentu pada pengunjung yang menikmati karyanya. ”Yang penting, saya menunjukkan bahwa kecemasan itu menyeluruh. Bukan hanya satu peristiwa yang lewat begitu saja,” ucap alumnus Universitas Negeri Surabaya itu.
Di dalamnya ada wujud kesengsaraan, kematian, dan kegersangan.” Dwi Januartanto,
Seniman