Oktan Sesuai, Mesin Lebih Awet
Cermat Menentukan Jenis Bahan Bakar Kendaraan
Memilih bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan tidak bisa sembarangan. Konsumsi BBM dengan nilai oktan lebih rendah daripada yang dibutuhkan mesin bisa berujung pada kerusakan mesin.
HAL paling mendasar yang perlu diketahui adalah rasio kompresi (pembakaran mesin) kendaraan. Baik itu kendaraan roda dua maupun roda empat. Informasi tentang rasio kompresi kendaraan bisa diketahui dengan mudah melalui buku manual (pedoman) atau spesifikasi di website resmi merek masing-masing.
Technical Service Executive Coordinator PT Astra Daihatsu Motor (ADM) Anjar Rosadi mengungkapkan, pemilik kendaraan perlu mengikuti rekomendasi oktan BBM. ’’Mesin pada kendaraan-kendaraan baru sudah menggunakan kompresi tinggi sehingga juga membutuhkan oktan BBM yang tinggi supaya pembakarannya sempurna,’’ ujar Anjar kemarin (19/7).
Menurut dia, tidak ada batasan tahun kendaraan harus menggunakan BBM yang berkualitas. Tidak ada masalah jika kendaraan yang berkompresi rendah memakai oktan BBM tinggi. Namun, kendaraan yang memiliki kompresi tinggi tidak dianjurkan menggunakan BBM di bawah rekomendasi.
’’Setiap kendaraan sudah dilengkapi engine control unit (ECU). Komponen itu disetel untuk BBM oktan tertentu. Maka, penting untuk tidak sembarangan menggunakan BBM,’’ tutur founder Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana.
Kenaikan harga BBM, khususnya yang beroktan di atas 92, menurut Sony, tidak bisa menjadi alasan pemilik kendaraan serta-merta beralih ke jenis BBM beroktan lebih rendah. Pemilik harus tetap mengacu pada rasio kompresi yang tertera di buku pedoman.
Sony menjelaskan, salah satu gejala yang timbul akibat penggunaan BBM dengan oktan yang tidak sesuai adalah gejala knocking atau biasa disebut ’’ngelitik’’. ’’Kalau terus pakai BBM beroktan rendah, akan muncul kerak pada ruang bakar. Itu masih dampak ringan. Yang terparah, pistonnya bisa lubang atau jebol,’’ ungkapnya.
Tingkat kecepatan terjadinya kerusakan pada setiap jenis mobil memang tidak sama. Kendaraan-kendaraan baru yang dilengkapi teknologi canggih disebut Sony justru lebih sensitif dan cepat rusak. Sebaliknya, pada jenis kendaraan yang lebih tua, kerusakan terjadi lebih lambat atau hitungan tahun.
Penggunaan bahan bakar yang sesuai dengan pedoman dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja mesin optimal, emisi rendah, serta memberikan performa terbaik. Commercial Retail Fuel Marketing Pertamina Indra Pratama menjelaskan, jika angka kompresi pada kendaraan sudah diketahui, pemilik dapat memperkirakan kadar RON (research octane number) yang sesuai.
’’Misalnya, jika rasio kompresinya kurang dari 9, berarti kendaraan bisa menggunakan RON 88. Lalu, jika kompresinya antara 9 sampai 10, bisa menggunakan RON 90. Untuk kompresi antara 10 hingga 11, pakailah RON 92. Lalu, kalau kompresinya 11 sampai 13, pakai RON 95 atau 98,’’ papar Indra.
Menurut dia, kendaraan baru, khususnya yang muncul setelah 2009, umumnya sudah mempunyai kompresi mesin di atas 10. Idealnya, kendaraan seperti itu menggunakan BBM dengan oktan 92. ’’Bila menggunakan bahan bakar yang tepat, bisa menekan efek-efek seperti kendaraan kurang bertenaga dan boros bahan bakar. Biasanya, bukti nyata yang paling cepat ditemui adalah suara mesin cenderung lebih halus, mesin lebih bertenaga, dan tarikan lebih ringan. Lalu, dijamin konsumsi BBM jauh lebih irit,’’ terangnya.
Khusus kendaraan roda empat, usia kendaraan juga tidak menjadi alasan bagi pemilik untuk tidak memakai oktan BBM yang sesuai. Menurut produsen otomotif, hampir semua kendaraan yang meluncur sejak 2003 menggunakan standar Euro II. Artinya, BBM beroktan 88 tidak lagi dianjurkan.
Selain itu, BBM beroktan tinggi tidak menimbulkan kerugian yang berarti jika digunakan pada spesifikasi mesin yang lebih rendah. ’’Jadi, yang rasio kompresinya 9 pun tak masalah menggunakan oktan 91. Justru lebih bagus karena ruang bakar pasti lebih bersih,’’ ujar Workshop Department Head PT Toyota Astra Motor Iwan Abdurahman.
Menurut Iwan, saat ini mobil modern sudah dibekali catalytic converter. Gunanya, mengurangi jumlah karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan nitrogen oksida (NOx) yang terkandung di gas buang. ’’Hadirnya catalytic converter mensyaratkan mobil meminum bahan bakar bebas timbal,’’ tandasnya.