TONTON TRAILER AGAR TEPAT SASARAN
Melihat jajaran film box office yang dirilis, rasanya tak tahan untuk segera lari ke bioskop terdekat buat nonton. Sebelum menjadi orang tua, itu mudah saja dilakukan. Tapi, hal itu menjadi terbatas ketika sudah memiliki anak.
SABTU siang, bioskop di salah satu mal di Surabaya cukup ramai. Penontonnya didominasi anak-anak. Yang diputar saat itu adalah film superhero. Di tengah film, ada seorang penonton cilik yang menangis kencang. Beberapa penonton mulai merasa terganggu. Sementara itu, sang ibu tampak bingung menenangkan anaknya.
Ah... Mengajak anak ke bioskop memang dilema. Seperti dua mata pisau, ada sisi baik dan buruk. Mengajak anak ke bioskop bersama keluarga bisa meningkatkan
bonding. Terutama jika terdapat interaksi verbal antaranggota keluarga saat membahas film.
’’Misalnya, di rumah jarang ngobrol karena sibuk. Dengan nonton bioskop, kan bisa saling bicara. Ada komunikasi yang terjalin,” kata Nurlita Endah Karunia SPsi MPsi, pakar psikologi sekaligus dosen di Universitas Surabaya.
Di sisi lain, menonton film di bioskop punya dampak buruk. Baik dari segi fisik maupun psikis. Terutama jika film yang ditonton tak sesuai dengan usia anak. ”Mungkin ada konten yang tidak cocok untuk anak. Misalnya, kekerasan,” terangnya.
Ada beberapa bahan pertimbangan orang tua sebelum membawa anak ke bioskop. Pertama, tentukan motivasi mengajak anak ke bioskop. Jika ingin mengedukasi, orang tua perlu mengecek film tersebut. ”Sasaran umur film itu, ceritanya, tokohnya. Apakah sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Supaya lebih pas, tonton trailernya,” lanjutnya.
Pastikan anak siap secara mental. Sebab, menurut Nurlita, kesiapan mental tiap anak berbeda. Ada anak yang tak nyaman di ruangan gelap, penuh dengan orang, atau suara yang keras. Kesiapan itu bisa dilihat dari kondisi seharihari anak. Berikan pengertian tentang cerita film yang akan ditonton dan kondisi studio bioskop. ’’Kalau anak tidak mau, jangan dipaksa,” tegasnya.
Yang kerap terjadi, anak menemani orang tuanya yang ingin menonton film. Akibatnya, anak yang sebetulnya tak suka berada di bioskop dipaksa secara halus oleh orang tua. Tipe orang tua yang seperti itu cenderung mengabaikan sasaran usia film tersebut. ”Nggak heran kalau anak jadi rewel. Itu juga mengganggu penonton yang lain,” ujarnya.
Jika memang ingin menonton film itu, orang tua sebaiknya tidak mengajak anak. ”Cari waktu yang pas untuk me time. Lebih baik titipkan anak sebentar ke kakek nenek atau babysitter di rumah ketimbang diajak nonton film yang tak sesuai usianya,” ucapnya.
Ada lagi kegiatan setelah menonton film. Ajak anak berdiskusi tentang film tersebut. ”Supaya anak tak salah memahami pesan dalam film itu. Misalnya, ketika menonton Frozen. Mungkin ada anak yang punya persepsi bahwa kakak boleh bersikap kasar kepada adik,” jelas Nurlita.
Kebiasaan itu diterapkan Adellia Ziandra kepada putrinya, Azkiana Ziandra. Setiap selesai nonton, Kiana bakal membahas karakter film tersebut hingga tiga hari berikutnya. Nah, Adellia bertugas menggiring pesan moral agar tak salah masuk ke persepsi Kiana.
Contohnya, untuk film Trolls 2 (2017). ”Aku bilang, ’Jangan jahat sama teman-temannya, nanti nggak punya teman. Nggak boleh
nangis, nanti jadi seram seperti raksasa’. Simpel sih. Tapi, kalau dia nangis terus dibilang jelek seperti monster, dia akan diam,” ungkap Adellia.