Jawa Pos

Taffarel Mengubah Stigma

-

BERMAIN sebagai kiper di Brasil tak ubahnya ”kutukan”. Itu berawal dari Maracanazo, yakni kekalahan menyakitka­n Brasil oleh Uruguay di final Piala Dunia 1950. Moacir Barbosa yang menjadi kiper Brasil di final tersebut seolah menanggung ”dosa” karena tak ada lagi anak di Brasil yang ingin jadi kiper.

Bahkan, aksi brilian Felix Mielli, kiper Brasil saat memenangi Piala Dunia 1970, seolah terabaikan. ”Kalau ada yang bilang kami (Brasil di Piala Dunia 1970, Red) menang meski tanpa kiper, itu adalah kesalahan besar. Felix adalah kiper dengan kemampuan di atas rata-rata,” kata kapten Brasil di Piala Dunia 1970 Carlos Alberto kepada New York Times.

Stigma Brasil bukan produsen kiper bagus luntur pada 1990-an. Yakni, ketika Claudio Taffarel menuai kesuksesan bersama Parma (1990–1993 dan 2001–2003). Apalagi setelah kiper yang pernah membela Galatasara­y (1998–2001) itu mengantark­an Brasil merebut gelar Piala Dunia 1994.

Klub-klub Eropa kemudian mulai mencari-cari kiper Brasil. Maka, muncul Dida bersama AC Milan dan Julio Cesar bersama Inter Milan. ”Claudio (Taffarel, Red) telah memberikan keyajaan bagi generasi kiper Brasil berikutnya,” tutur Alisson.

Setelah era Dida dan Julio Cesar, Alisson dan Ederson Moraes (Manchester City) membawa tongkat estafet kejayaan kiper Brasil. Ederson adalah kiper ketiga termahal dunia saat ini serta menjadi pilar sukses City memenangi Premier League dan Piala Liga musim lalu.

 ?? ANDREW YATES/REUTERS ?? TALENTA NEGERI SAMBA: Ederson Moraes adalah kiper ketiga termahal dunia setelah Alisson Becker dan Gianluigi Buffon saat diboyong Man City dari Benfica musim panas tahun lalu.
ANDREW YATES/REUTERS TALENTA NEGERI SAMBA: Ederson Moraes adalah kiper ketiga termahal dunia setelah Alisson Becker dan Gianluigi Buffon saat diboyong Man City dari Benfica musim panas tahun lalu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia