Rokok Turut Sumbang Kemiskinan
Bappenas Anggap Kenaikan Cukai Kurang Tinggi
JAKARTA – Pengenaan tarif cukai yang terus naik tidak lantas membuat masyarakat berhenti merokok. Setiap tahun, rata-rata cukai rokok naik lebih dari 10 persen. Namun, konsumsi rokok yang masih tinggi mengakibatkan sebagian masyarakat Indonesia sulit keluar dari garis kemiskinan.
Pada Maret 2018, garis kemiskinan nasional (GKN) Indonesia Rp 401.220 per kapita per bulan. Tingkat kemiskinan di Indonesia 9,82 persen atau 25,95 juta orang. Rokok filter menjadi pembentuk garis kemiskinan terbesar ketiga setelah beras dan makanan lainnya. Di kota, kontribusi rokok filter terhadap garis kemiskinan 11,07 persen. Sedangkan di desa, kontribusinya 10,21 persen.
Data yang diolah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan, perokok dari golongan kesejahteraan rendah didominasi pria berusia 35–39 tahun. Jumlahnya mencapai 64,7 persen dari orang berkesejahteraan rendah. Sebanyak 65 persen perokok tersebut bekerja di sektor konstruksi. Mayoritas atau 36 persen di antaranya berijazah paket C.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, dampak negatif rokok terhadap pembangunan memang besar. ’’Sekitar 11 persen dari
income per bulannya mereka gunakan untuk beli rokok. Sudah
income-nya terbatas, pendidikan tidak terlalu tinggi, income-nya habis untuk rokok,’’ katanya kemarin (19/7).
Dia menambahkan, uang untuk konsumsi rokok lebih bermanfaat kalau dialihkan untuk konsumsi di sektor lain yang juga samasama menyumbang kontribusi terhadap garis kemiskinan seperti beras, bensin, dan telur. Bambang menambahkan, pemerintah memang tidak bisa membatasi konsumsi rokok. Sebab, itu hak masyarakat. Terlebih, pada dasarnya, rokok membawa manfaat untuk penerimaan negara.
’’Saya rasa cukai itu kurang banyak naiknya dan masyarakat masih affordable buat beli rokok. Kalau rokok murah, pembangunan akan terhambat dan BPJS Kesehatan akan defisit,’’ urainya. Saat ini angka kemiskinan Indonesia 9,82 persen.
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menambahkan, rokok menjadi sumber terbesar penerimaan cukai. Semester I 2018 saja, cukai hasil tembakau menjadi kontributor utama dengan nilai pemasukan Rp 48,5 triliun.