Tulis Cerita di Diari, Sekretaris Bagian Mengetikkan
Yuliana Sugiarto Rilis Novel di Usia 80 Tahun
Yuliana Sugiarto memiliki cara tersendiri untuk menikmati hari tua. Di usia yang memasuki 80 tahun ini, penasihat Himpunan Penulis Sastra Tionghoa Indonesia Timur tersebut merilis novel. Itu merupakan buku keempatnya.
PULUHAN sajak Yuliana menempel di dinding ruang tamu rumahnya, Jalan Putro Agung, Kecamatan Tambaksari. Ditemui pada Selasa (17/7), Yuliana bersemangat memamerkan perpustakaannya. Berbagai judul buku tersimpan rapi di rak kayu. ”Empat buku ini lebih istimewa. Ada sejarahnya,” tutur
Yuliana yang memiliki nama Tionghoa Yan Shi sambil menunjukkan empat buku yang memasang namanya sebagai penulis.
Buku-buku itu mulai diterbitkan pada 2005. Yakni, Kumpulan Sajak dan Kumpulan Sajak Cinta yang memakai bahasa Mandarin serta dua novel berbahasa Indonesia berjudul Gadis Liar di Puing-Puing Reruntuhan dan Bintang Polaris. Semuanya memiliki tema serupa. Istri mendiang Sugiarto itu mengungkapkan cerita hidupnya pada zaman penjajahan.
Yang menjadikan buku-buku itu terasa makin istimewa adalah Yuliana membuatnya saat usia tak lagi muda. Buku pertamanya, Kumpulan Sajak, dirilis saat dia berusia 67 tahun. Perempuan kelahiran 1938 tersebut mendapat dorongan dari anak ragilnya, Soe Tjen Marcing, untuk menulis
”Anak saya kebetulan penulis, menurut dia pengalaman saya hidup pada zaman penjajahan menarik. Sayang kalau tidak didokumentasikan,” kata perempuan yang masih mampu berbicara dan mendengar dengan baik itu.
Yuliana tidak bisa menggunakan komputer untuk mengetik ceritanya. Pandangannya kabur dan tangannya sering gemetar. Namun, itu bukan halangan. Yuliana memilih menulis coretan sajak tersebut dalam buku diari. ”Setelah itu, saya minta sekretaris pribadi untuk mengetiknya. Saya sudah tak bisa memakai laptop,” kata alumnus Sekolah Shin Hua Surabaya tersebut.
Merasa menemukan kesenangan baru, Yuliana kembali mengumpulkan sajak yang kemudian dirilis dalam buku kedua. Pores pengetikan masih sama dengan buku pertama. Seiring dengan berjalan waktu, Yuliana merasa sajak kurang universal. ”Pembacanya sedikit dan tidak semua orang bisa paham,” tuturnya.
Yuliana kemudian berimprovisasi menulis novel. Tidak ada yang mengajari. Kata demi kata mengalir lancar dalam coretan penanya. ”Karena ini isinya pengalaman dilengkapi dengan data-data, menulisnya pun cepat ,” jelas perempuan yang saat ditanya resep sehatnya adalah dengan selalu berpikir positif dan murah senyum itu.
Novel pertamanya, Gadis Liar di Puing-Puing Reruntuhan, lahir pada 2015. Proses penulisan hingga pencetakan memakan waktu satu tahun. Setelah itu, Yuliana tidak berhenti menulis. Dia langsung mempersiapkan diri membuat novel lagi.
Hingga, hadirlah Bintang Polaris pada April lalu. Karya setebal 250 halaman tersebut tergolong novel sejarah. Kisah fiksi dibumbui dengan fakta dan data pada zaman penjajahan. Sebagian tokoh pahlawan ikut diulas meski namanya tidak ditulis asli.
Untuk memperkaya tulisan, Yuliana membaca referensi. Terutama soal waktu kejadian. Pendiri Sekolah Mandala (KB, TK, SD, dan SMP) itu menyebut 90 persen kisah di Bintang Polaris benar-benar terjadi. Buku tersebut dijadikan kado untuk keempat anak dan ketiga cucunya.
Untuk membuat Bintang Polaris, Yuliana membutuhkan waktu tiga tahun. Beberapa kendala dihadapinya. Salah satunya, kesibukan. Hingga kini, Yuliana masih aktif mengajarkan Mandarin di Sekolah Mandala. ”Tapi, anak saya selalu memotivasi bagaimana caranya buku bisa rampung. Dia menyemangati,” katanya.