Jawa Pos

JANGAN PAKAI SANDAL CANTIK

-

Tertarik naik gunung yang rutenya sudah tertata namun masih alami? Pilih Kawah Ijen. Letaknya di perbatasan antara Banyuwangi dan Bondowoso, Jawa Timur. Libur hanya sehari pun bisa pelesir ke Ijen.

SAYA yang tetiba dapat jatah libur memutuskan berangkat ke Ijen dengan kendaraan pribadi pada Selasa malam (19/6) pukul 19.30. Berdasar aplikasi peta secara online, dari rumah di kawasan Buduran, Sidoarjo, dibutuhkan waktu 6 jam 40 menit untuk tiba di Paltuding. Paltuding adalah pit stop untuk naik ke Kawah Ijen. Selain menyediaka­n loket tiket, Paltuding menjadi camping ground buat mereka yang berniat menginap sebelum naik ke Ijen.

Apakah harus menginap? Tergantung. Loket tiket baru buka pukul 01.00 dan tutup pukul 12.00. Itu pun sepertinya bergantung pada kondisi cuaca. Sebab, meski rute pendakian sudah terbentuk, Ijen tetaplah pegunungan. Kabut pekat, angin kencang, dan hujan bisa muncul tanpa tanda. Itu berubah-ubah dengan cepat. Kata putri saya yang sudah remaja, ”Cuacanya gampang berubah, seperti hatimu.” Eaaa ....

Saya sampai di Paltuding pada Rabu (20/6) pukul 02.30. Pas sebenarnya. Bisa langsung beli tiket dan naik ke puncak. Tapi, saat itu hujan. Bersama anak-anak, tidak mungkin rasanya memaksakan diri untuk tetap naik.

Sebagian besar wisatawan memang memilih naik ke Kawah Ijen pukul 01.00–04.00. Sebab, pada waktu itulah blue fire alias api biru bisa terlihat. Bila matahari mulai muncul, api tersebut jadi kasat mata.

Untung, kami tidak memaksa naik. Pasalnya, berdasar obrolan mereka yang naik dini hari itu, api biru tidak terlihat. Kabut tebal menyelimut­i kawah. Dan, sama seperti di bawah, hujan turun di puncak.

Rute pendakian sampai kawah sekitar 3,5 kilometer dengan elevasi 2386 mdpl. PP sekitar 7 kilometer. Tidak terlampau jauh, tapi terus menanjak dan beberapa cukup curam. Turunnya pun susah. Buat yang tidak terbiasa hiking, naik ke Kawah Ijen adalah tantangan berat. Banget. Apalagi kalau pakai sandal atau sepatu berhak.

Memang ada? Ada. Beberapa wisatawan perempuan yang saya temui mungkin menganggap Kawah Ijen sebagai lokasi wisata yang cantik dengan jalan berpaving atau aspal. Jadi, mereka datang dengan selop, sandal jepit, bahkan sepatu berhak. Padahal, rute pendakian berupa pasir dan tanah. Kalau hujan, jalannya licin dan becek. Ditambah rute yang menanjak curam, dibutuhkan perjuangan untuk menuju ke Kawah Ijen.

Di awal-awal pendakian, ada beberapa tempat untuk beristirah­at. Semacam joglo yang dilengkapi kamar kecil. Sayang, saat kami ke sana, setiap toilet tidak menyediaka­n air untuk membasuh diri. Belum lagi, pengunjung yang tak tahu aturan seenaknya memenuhi toilet dengan sampah. Tidak hanya di toilet sebenarnya. Sampah sisa makanan dan minuman dapat ditemukan di mana-mana. Kesadaran pengunjung masih kurang.

Namun, begitu sampai ke puncak, kesengsara­an itu terbayar lunas. Saat kabut lenyap, pemandanga­n cantik langsung muncul. Melihat itu semua bikin bahagia. Lega. Ada beberapa tempat wisata yang mungkin tidak ingin kita datangi lagi setelah tiba di sana. Tetapi, berbeda halnya dengan Ijen.

Dengan segala kecantikan, kabut, bahkan toiletnya yang tidak berair, Ijen masih masuk daftar tempat yang ingin saya kunjungi lagi. Meski anak-anak menolaknya dengan keras. ”Apaa? Ijen lagi? Terima kasih Ma, aku tunggu di rumah saja,’’ kata anak perempuan saya. (*)

 ??  ?? SENYAP: Saat siang kita memang tidak bisa melihat blue fire di sekitar kawah. Tapi, untuk foto-foto lebih dramatis karena tidak banyak wisatawan.
SENYAP: Saat siang kita memang tidak bisa melihat blue fire di sekitar kawah. Tapi, untuk foto-foto lebih dramatis karena tidak banyak wisatawan.
 ?? FOTO-FOTO: DWI SHINTIA IRIANTI/JAWA POS ?? BIRU ADEM: Danau Kawah Ijen yang cantik ini benar-benar terlihat bak foto-foto di kalender. Semua rasa lelah seolah lenyap begitu melihatnya.
MATA PENCAHARIA­N: Bongkahan belerang kuning yang diangkut penambang. Para penambang itu juga menjadi porter...
FOTO-FOTO: DWI SHINTIA IRIANTI/JAWA POS BIRU ADEM: Danau Kawah Ijen yang cantik ini benar-benar terlihat bak foto-foto di kalender. Semua rasa lelah seolah lenyap begitu melihatnya. MATA PENCAHARIA­N: Bongkahan belerang kuning yang diangkut penambang. Para penambang itu juga menjadi porter...
 ??  ??
 ??  ?? KALI PERTAMA: Penulis (kanan) bersama putri pertamanya di depan pintu masuk rute pendakian Ijen. Di sisi kiri belakang terdapat gerobak modifikasi yang dipakai porter untuk mengantar pendaki.
KALI PERTAMA: Penulis (kanan) bersama putri pertamanya di depan pintu masuk rute pendakian Ijen. Di sisi kiri belakang terdapat gerobak modifikasi yang dipakai porter untuk mengantar pendaki.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia