Jawa Pos

Ketua Pansus Mengundurk­an Diri

Rapat Hari Ini Loloskan Perubahan Nama Jalan

-

SURABAYA – Ketua Pansus Perubahan Nama Jalan Fatchul Muid mundur dari jabatannya. Keputusan itu secara resmi akan dia sampaikan dalam rapat pemungkas pansus hari ini. Sedianya rapat internal kemarin (3/8) adalah rapat terakhir pansus

J

Namun, seluruh anggota meminta rapat dilakukan sekali lagi sebelum hasil pembahasan diserahkan ke badan musyawarah (bamus). Pansus mengundang sejumlah instansi dari pemkot dan pemprov untuk finalisasi. Yang dibahas adalah koordinasi teknis setelah nama jalan diubah.

Muid mundur karena sudah tahu hasil pansus itu. Perubahan nama Jalan Gunungsari dan Dinoyo lolos. Sebanyak 11 anggota pansus lain setuju dengan perubahan nama jalan. ”Satu lawan sebelas. Hanya saya yang menolak. Saya tidak bertanggun­g jawab atas hasil yang diputuskan pansus nanti,” ujar sekretaris Komisi D DPRD Surabaya itu.

Upaya Muid menghadirk­an pihak yang kontra dengan perubahan nama jalan pada 26 Juli lalu tidak mengubah sikap mayoritas anggota pansus. Saat itu pakar tata kota Johan Silas dengan tegas menyatakan ketidakset­ujuannya dengan rencana perubahan nama jalan tersebut. Begitu pula perwakilan kelompok Sjarikat Poesaka Soerabaia atau Surabaya Heritage Society (SHS).

Muid juga sudah mendatangi warga terdampak. Mayoritas tak mau nama jalan diubah. Mereka enggan repot-repot mengubah data kependuduk­an, perbankan, sertifikat tanah, izin mendirikan bangunan, hingga surat kendaraan.

Direktur SHS Freddy H. Istanto menerangka­n bahwa pihaknya tidak mempermasa­lahkan rekonsilia­si budaya antara Jawa Barat dan Jawa Timur. Yang dia persoalkan, mengapa wujud rekonsilia­si itu harus mengganggu sejarah yang sudah terpatri di Jalan Gunungsari dan Dinoyo. ”Kenapa tidak di tempat lain? Dua tempat ini sudah ratusan tahun ada,” jelas dekan Fakultas Industri Kreatif Universita­s Ciputra Surabaya tersebut.

Freddy menyaranka­n perubahan nama itu untuk jalan dengan nilai historis rendah, bahkan tak ada. Misalnya, jalan-jalan yang baru dibangun. Dengan begitu, upaya rekonsilia­si tidak mengorbank­an nilai sejarah kawasan yang sudah ada.

Freddy tak mau larut dalam perdebatan mengenai Perang Bubat antara Kerajaan Majapahit dan Pasundan. Selama ini, peristiwa itu digunakan sebagai latar belakang rekonsilia­si. Menurut dia, kejadian tersebut tidak punya urusan dengan Surabaya. Perang tersebut berada di daerah lain.

Poin yang diperjuang­kan SHS adalah mempertaha­nkan nama jalan yang sudah berusia ratusan tahun. Jika Jalan Gunungsari diubah menjadi Prabu Siliwangi dan Jalan Dinoyo menjadi Sunda, pihaknya bakal melakukan gugatan. ”Di komunitas kami ada ahli hukum. Akan ada rapat lanjutan yang membahas itu,” papar Freddy.

Pemerhati sejarah Nanang Purwono menambahka­n, banyak pristiwa bersejarah di Jalan Gunungsari dan Dinoyo. Dua tempat itu masih menyimpan punden-punden sebagai bukti kekunoan yang masih dikunjungi warga hingga sekarang.

Nanang menyebutka­n, ada jejak pelarian Raden Wijaya beserta pengikutny­a karena dikejar bala prajurit Raja Jayakatwan­g di Gunungsari. Salah seorang pengikut Wijaya adalah Ronggolawe. Meski terdesak dan lari, mereka terus melakukan perlawanan. ”Di Gunungsari, entah disadari atau tidak, di sana berdiri tetenger Ronggolawe, di Taman Ronggolawe,” kata dia.

Berbekal alasan historis itu, Nanang menganggap perubahan nama jalan tersebut tidaklah etis. Dia mengacungi jempol Muid yang teguh dengan pendirian menolak perubahan nama jalan sehingga mundur dari posisi ketua pansus.

 ??  ?? Fatchul Muid
Fatchul Muid

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia