Jawa Pos

Gendong Siswa saat Banjir, Terkadang Mencari ke Tambak

Muhammad Aris, Sepuluh Tahun Mengajar di Sekolah Terpencil Kota Delta

-

Sudah sepuluh tahun Muhammad Aris mengabdi di SDN Kupang IV, Jabon. Statusnya masih sama, guru honorer. Meski dia belum menjadi pegawai negeri sipil (PNS), semangatny­a untuk mengajar terus menyala.

MAYA APRILIANI

TANGGAL 21 Juli merupakan hari istimewa bagi Aris. Sebab, pada tanggal itu dia telah mencatatka­n sejarah sudah sepuluh tahun menjadi guru di SDN Kupang IV. Yakni, salah satu sekolah di areal pertambaka­n. Tepatnya, di Jalan Tambak Kalialo, Desa Kupang, Jabon. Untuk menuju sekolah itu, dia harus melintasi pematang. Saat musim hujan, jalanan pun jeblok dan lunyu.

Aris masih mengajar di sekolah yang berdinding papan tersebut. Namun, dari bilik-bilik kayu itulah, Aris menaruh harapan. Di sekolah yang hanya memiliki tiga ruang kelas tersebut, Aris senang membagi ilmunya. ”Semoga kelak ada salah satu peserta didik di SDN Kupang IV ini yang berhasil,” ucapnya.

Tak hanya berharap anak didiknya kelak sukses, Aris juga ingin statusnya meningkat. Yaitu, bisa menjadi guru PNS, bukan honorer lagi. ”Semoga saja tes PNS tahun ini lulus,” ucapnya, lantas tersenyum.

Menjadi guru memang menjadi citacita Aris sejak kecil. Pria asli kelahiran Kalialo tersebut ingin terus mendidik siswa menjadi lebih baik. Selain itu, dia ingin turut membangun desa agar tak tertinggal dengan desa lain. Karena itu, selepas lulus SMA, dia tak menolak tawaran untuk mengajar sambil kuliah.

Dia tak memikirkan soal imbalan. Yang terpenting, dia bisa menstransf­er ilmu dan pengetahua­n. Dia tetap bersyukur meski hanya mendapat imbalan Rp 50 ribu per bulan saat mengajar. Bulan berikutnya imbalannya Rp 150 ribu, lalu naik lagi jadi Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu per bulan.

”Alhamdulil­lah dua tahun ini dapat tunjangan dari Pemkab Sidoarjo Rp 1,5 juta per bulan,” katanya.

Aris dipercaya menjadi guru kelas III dan IV. Di kelas itu, dia cuma mengajar sembilan anak. Tujuh anak merupakan siswa kelas III dan dua anak lainnya duduk di bangku kelas IV. Aris mengajar dengan sistem gantian. Saat dia menerangka­n materi pelajaran kepada siswa kelas III, yang duduk di kelas IV diberi soal-soal. Sebaliknya, jika dia memberi materi kelas IV, siswa kelas III diminta menjawab soal.

Selama mengajar di sekolah terpencil, banyak pengalaman yang tak terlupakan bagi Aris. Misalnya, menjemput siswa ke rumah jika ada yang tidak masuk sekolah. Bahkan, terkadang dia mencari siswanya di tambak. Aris pun mengaku harus menggendon­g anak didik saat sekolahnya banjir.

Jika terjadi banjir, jalanan menuju sekolah tergenang. Biasanya, orang tua siswa menggendon­g mereka ke sekolah. Banjir rob biasa terjadi saat air laut pasang. Sungai di Kalialo pun turut naik. Maklum, jarak sungai ke laut hanya sekitar 1 kilometer. Ketika musim hujan, banjir sering datang. Siswa yang masuk pun jarang. ”Pernah hanya delapan anak yang sekolah,” ucap bapak seorang anak itu.

Terkadang Aris juga sering mengantar para siswa dari desa tersebut ke Kota Sidoarjo dan Kota Surabaya. Selain berwisata, dia mengantar siswanya mengikuti lomba. ”Anak-anak heran melihat gedung bertingkat, kereta yang lewat, dan mobil di jalan,” kenangnya.

Aris pun percaya, bersekolah dan mengabdi di area terpencil tidak lantas menutup kesempatan­nya untuk menjadi orang besar. Dengan catatan, niat dan semangat untuk menyongson­g masa depan lebih baik terus mengalir sederas aliran Sungai Kalialo kala musim hujan.

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ?? SISWA MINIM: Muhammad Aris saat mengajar siswa SDN Kupang IV.
BOY SLAMET/JAWA POS SISWA MINIM: Muhammad Aris saat mengajar siswa SDN Kupang IV.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia