Jawa Pos

Siklus Tak Mau Maju

-

Pelemahan nilai tukar rupiah belum juga bisa dibendung. Akhir pekan lalu, rupiah dihargai 14.503 per USD. Angka berdasar kurs tengah Bank Indonesia (BI). Di pasar spot, gejolak rupiah lebih fluktuatif.

Dunia usaha pun bertanya-tanya di mana volatilita­s nilai tukar rupiah ini berujung. Bagi pebisnis, kepastian nilai tukar amatlah penting untuk menentukan target-target ke depan. Tanpa kepastian itu, perusahaan hanya akan wait and see. Ekspansi tertahan. Ujung-ujungnya, perekonomi­an bakal kembali jalan di tempat.

Tentu saja siklus buruk tersebut harus diakhiri. Pemerintah pun sebenarnya sudah tahu pangkal masalah semua ini. Apa lagi kalau bukan current account deficit alias defisit transaksi berjalan yang tak kunjung membaik.

Defisit transaksi berjalan disebabkan neraca perdaganga­n yang tak juga mendapatka­n rapor hijau. Kita pernah berada pada masa ekspor yang tinggi. Namun, itu lebih disebabkan gilagilaan­nya harga komoditas di pasar global. Saat harga komoditas jeblok, anjlok juga ekspor kita.

Ekspor yang hanya mengandalk­an komoditas tersebut menunjukka­n perbaikan struktur ekonomi yang belum berjalan maksimal. Memang sudah diusahakan. Misalnya, dengan hilirisasi industri. Namun, tetap saja belum berhasil karena sejumlah kebijakan yang tak konsisten.

Sektor pariwisata juga belum digarap maksimal. Masih kalah jauh dari negara-negara tetangga. Beberapa daerah memang sudah berbenah. Tetapi belum merata secara nasional. Padahal, pariwisata ini menjadi tren banyak negara untuk memperbaik­i transaksi berjalan mereka.

Defisit transaksi berjalan yang tak kunjung membaik membuat kita amat bergantung pada dana-dana panas dari mancanegar­a. Apabila uang-uang jangka pendek tersebut terpompa di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, nilai tukar rupiah jadi menguat dan cenderung stabil. Namun, apabila dana-dana panas tersebut ditarik ke luar, pasar keuangan kita bisa dengan mudah bergejolak.

Padahal, pasar keuangan itu amat berpengaru­h ke sektor riil. Gejolak pasar keuangan menuntut suku bunga tinggi. Dana-dana pun menjadi cekak. Sektor riil pula yang terhantam. Ekonomi pun sulit tumbuh.

Gejolak nilai tukar saat ini tak mungkin bisa diselesaik­an hanya dengan senjata moneter Bank Indonesia (BI). Dibutuhkan perbaikan struktural yang konsisten dari pemerintah. Jika tidak, dunia usaha kembali harus mengalah.

Wait and see. Menunggu hasil pemilu. Sebuah siklus yang hanya bisa diterima orang-orang yang tak mau maju.

 ?? ILUSTRASI: CHIS/JAWA POS ??
ILUSTRASI: CHIS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia