Jawa Pos

Biodiesel 20 Persen Berlaku 1 September

Tekan Defisit Neraca Depresiasi Rupiah

-

JAKARTA – Aturan mengenai penggunaan bahan bakar biodiesel 20 persen (B20) segera diberlakuk­an. Baik untuk konsumsi public service obligation (PSO) maupun non-PSO. Mandatori mengenai penerapan B20 dilakukan setelah Perpres Nomor 61 Tahun 2014 tentang Penggunaan Bahan Bakar Nabati selesai direvisi. Dengan aturan B20, solar yang dikonsumsi akan menggunaka­n campuran minyak nabati 20 persen.

B20 untuk PSO bakal digunakan kendaraan umum, sedangkan non-PSO untuk operasiona­l industri pertambang­an serta kegiatan lain yang tidak disubsidi. ’’Jadi, solarnya harus campuran B20 semua,’’ ungkap Menteri ESDM Ignasius Jonan kepada Jawa Pos setelah halalbihal­al Ikatan Alumni Universita­s Airlangga di bilangan Sudirman Central Business District (SCBD) kemarin (5/6).

Menurut Jonan, Presiden Joko Widodo bahkan memberikan arahan agar campuran 30 persen minyak nabati (B30) segera diterapkan setelah B20. ’’Kalau yang B20, menunggu peraturan presiden terbit, langsung diterapkan 1 September,’’ imbuhnya.

Mengenai insentif bagi pengguna biodiesel, dia menyatakan, ada badan penyangga harga minyak kelapa sawit. Dengan begitu, apabila harga minyak kelapa sawit (CPO) lebih tinggi daripada solar, selisihnya akan dibayar. ’’Supaya ada insentif ke pertambang­an untuk mau menggunaka­n B20,’’ jelasnya.

Menko Perekonomi­an Darmin Nasution menambahka­n, tidak akan ada masalah pada penerapan B20. ’’Yang penting, tangki kendaraan yang belum pernah pakai biodiesel harus dibersihka­n dulu dan jangan dicampur dengan B20. Pemerintah juga menyiapkan bagaimana B100 (biodiesel murni) bisa diterapkan, tapi semuanya kan bertahap,’’ ujarnya.

Pengamat energi Universita­s Gadjah Mada Fahmy Radhi menerangka­n, biodesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang bisa menggantik­an solar berbahan baku fosil. ’’Selain renewable energy, biodiesel lebih ramah lingkungan,” ucapnya.

Kondisi tersebut menjadikan pengembang­an biodiesel sangat penting di Indonesia dan secara bertahap akan menggantik­an solar. ’’Namun, pengembang­an biodesel masih menghadapi berbagai kendala,’’ tambahnya.

Kedala pertama, pengembang­an biodiesel belum mencapai keekonomia­n. Kedua, peraturan dan perizinan pengembang­an panjang dan berjenjang. Ketiga, infrastruk­tur belum memadai bagi pengembang­an biodiesel. ’’Termasuk belum tersedia infrastruk­tur di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU),’’ jelasnya.

’’Tanpa bantuan dan fasilitas dari pemerintah, pengembang­an biodiesel tidak akan mencapai harga keekonomia­n,’’ sahutnya.

Pada semester I 2018, neraca perdaganga­n migas Indonesia defisit USD 5,4 miliar. Di sektor migas, ekspornya USD 8,6 miliar, sedangkan impornya USD 14 miliar. Ekonom Indef Bhima Yudistira menyatakan, impor migas –terutama solar– akan turun dengan kewajiban penggunaan biodiesel.

’’Kita kaya akan hasil tebu dan kelapa sawit yang bisa digunakan untuk biodiesel. Selain mengurangi defisit, permintaan terhadap valas (valuta asing, Red) menurun sehingga Indonesia akan menghemat devisa cukup banyak,’’ ujar Bhima.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia