Penolakan Warga Dianggap Wajar
Perubahan Nama Jalan Terus Berlanjut
SURABAYA – Perubahan nama sebagian ruas Jalan Gunungsari dan Dinoyo diresmikan bulan ini. Pemprov Jatim sebagai pengusul sudah menyusun timeline pengurusan administrasi perubahan alamat warga. Proses itu terus berlanjut meski ada penolakan dari warga terdampak, pemerhati sejarah, hingga warga Surabaya yang kini merantau di berbagai daerah
Yudhiakto Pramudya, warga Surabaya yang menjadi pengajar di Universitas Ahmad Dahlan, Jogjakarta, salah satu yang menolak. Dia mendengar isu perubahan nama jalan itu karena ramai diberitakan. Dia tidak mempermasalahkan rencana Pemprov Jatimyangmengadakanharmonisasi budaya dengan Pemprov Jabar. Namun, menurut dia, wujud rekonsiliasi budaya itu tidak sepatutnya dilakukan dengan mengubah nama jalan dengan nilai histori tinggi. ’’Kalau memang perlu, bisa dengan memberikan nama kepada jalan baru atau jalan yang akan dibangun,’’ tutur pria yang meraih gelar Phd setelah berkuliah di Amerika Serikat itu.
Dia heran dengan apa yang dilakukan pansus di DPRD Surabaya. Dia menganggap mereka merupakan wakil rakyat. Seharusnya menyuarakan suara rakyat. Dia melihat saat ini banyak warga yang menolak penggantian nama jalan tersebut. Suara mereka lebih lantang ketimbang yang mendorong perubahan nama jalan. ’’Maka, sejatinya ada kebohongan dan ketidakamanahan dari wakil rakyat. Jadi, tandai nama dan partainya. Jangan pilih nama dan partainya pada pemilu yang akan datang. Sing penting wani. Lawan,’’ tegasnya.
Sandy Setiyawan, anggota komunitas Suroboyo Community Chapter Solo, juga mendengar kabar itu. Warga Simo Sidomulyo tersebut juga keberatan dengan upaya harmonisasi Sunda-Jawa dengan mengganti sebagian nama Jalan Gunungsari dan Dinoyo. Dia mendesak agar keputusan pansus segera dianulir. ’’Termasuk jika ada upaya menggugat keputusan ini, saya ikut mendukung. Menurut saya, pansus sudah tak mendengar dan merespons keinginan masyarakat Surabaya,’’ katanya.
Plt Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Jatim Benny Sampir Wanto menganggap wajar jika ada pihak yang kontra terhadap perubahan nama jalan tersebut. Hal itu terjadi hampir di seluruh kebijakan pemerintah. ’’Tidak mungkin 100 persen setuju semua,’’ ucapnya.
Selama ini masyarakat juga mengadakan petisi penolakan nama jalan melalui change.org. Hingga pukul 19.11 sudah ada 1.093 warga yang menandatangani petisi online itu. Namun, Benny menilai jumlah tersebut merupakan sebagian kecil dari total masyarakat Surabaya yang mencapai 3 juta jiwa.
Benny menilai dampak rekonsiliasi itu untuk kepentingan nasional. Selama ini masih ada rasa dendam dari suku Sunda atas peristiwa Perang Bubat antara Kerajaan Pasundan dan Majapahit. Hingga kini, kisah itu masih diceritakan kepada generasi muda Sunda. Saat ini sudah ada nama Hayam Wuruk dan Majapahit di Bandung. Sudah ditetapkan pula. ’’Sejak dulu enggak pernah ada nama jalan yang berbau Majapahit di sana. Sekarang mereka berbesar hati mau menyematkan nama itu. Kok kita enggak?’’ jelas pria yang juga menjabat kepala Biro Administrasi Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Adpum) Pemprov Jatim tersebut.
Sementara itu, pansus perubahan nama jalan membuat rekomendasi sejak Sabtu (4/8). Namun, hingga kini rekomendasi pansus belum ditandatangani Fatchul Muid yang mundur dari jabatan ketua. Begitu pula anggota lainnya.