Menebak-nebak Cawapres Jokowi
Dalam beberapa hari ke depan, hingga batas 10 Agustus ini, publik mungkin akan bertanya-tanya siapa sosok yang bakal digandeng Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi pendampingnya pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019.
SETIDAKNYA ada satu pendekatan untuk menganalisis (baca: menebaknebak) figur seperti apa yang akan dipilih Jokowi, yakni pendekatan koalisi. Itu berarti sangat terkait dengan sejumlah partai politik (parpol) yang selama ini menjadi koalisi pemerintah. Yakni PDI Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Golongan Karya (Golkar).
Pada pendekatan tersebut, Jokowi akan mempertimbangkan keharmonisan dan kesolidan keenam parpol pendukungnya. Dalam arti, jangan sampai enam partai itu terpecah. Atau bikin poros sendiri. Atau bergabung dengan poros lawan. Dan dalam politik hal tersebut bisa saja terjadi.
Di antara enam parpol itu, seperti jamak diketahui, sudah muncul para figur yang mulai tebar-tebar pesona, mem-branding dirinya secara luas, dengan harapan digandeng Jokowi untuk menjadi cawapresnya. Sebut saja Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB. Sosok tersebut belakangan semakin santer saja bermanuver. Paling mutakhir, manuvernya tidak dilakukan secara langsung. Tapi melalui para ulama atau kiai NU.
Selain Muhaimin, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto juga sudah mem-branding figurnya ke sejumlah daerah melalui para relawannya. Dalam hal ini, Golkar tampaknya juga berhasrat agar ketua umumnya digandeng Jokowi.
Sosok berikutnya yang juga gencar tebar pesona adalah Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Fotofotonya sudah mulai bertebaran di sejumlah kota/daerah. Akan sangat mudah ditebak arahnya. Romahurmuziy juga berhasrat untuk dipilih Jokowi sebagai cawapresnya pada Pilpres 2019.
Pada konteks pendekatan koalisi, setidaknya ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Jokowi akan memilih salah satu figur dari partaipartai politik yang menjadi koalisi pemerintah. Bisa satu di antara tiga figur yang mulai gencar tebar-tebar pesona tadi atau bisa juga figur lainnya, dari partai-partai koalisi yang lain.
Jika kemungkinan itu yang dipilih, akan sangat rentan terjadi perpecahan di antara partai koalisi. Kalaupun tidak pecah, minimal keharmonisan dan kesolidan partaipartai koalisi akan rusak. Sebab, siapa pun figur yang dipilih Jokowi sangat sulit bisa diterima secara baik oleh partai-partai koalisi.
Kemungkinan kedua, Jokowi akan memilih figur nonpartai. Artinya, figur yang akan digandeng menjadi cawapres Jokowi pada Pilpres 2019 tidak berasal dari partai-partai koalisi. Melainkan figur lain yang selama ini berada di lingkaran kekuasaan Jokowi.
Untuk skenario tersebut, sudah ada beberapa nama. Di antaranya Mahfud MD, Sri Mulyani, dan Moeldoko. Jika kemungkinan itu yang dipilih Jokowi, diharapkan kesolidan dan keharmonisan partaipartai koalisi tidak rusak. Dengan cara itu, Jokowi dianggap berlaku adil karena tidak memilih figur dari salah satu partai koalisi. Selain itu, figur-figur tersebut (Mahfud MD, Sri Mulyani, dan Moeldoko) relatif tidak memiliki masalah dengan partai-partai koalisi.
Ada yang berpendapat bahwa keputusan Jokowi akan sangat dipengaruhi faktor M. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah faktor Megawati Soekarnoputri, sang ketua umum PDIP yang juga patron politik bagi Jokowi. Sudah menjadi rahasia umum, berbagai keputusan politik Jokowi sangat kental dikaitkan dengan pengaruh Megawati. Dan publik saya kira masih belum lupa, Megawati pernah mengatakan, selain presiden, Jokowi adalah petugas partai.
Maka, kita pun akhirnya bisa memahami mengapa sampai sekarang Jokowi belum juga mengumumkan figur cawapresnya untuk pilpres tahun depan. Bisa jadi, dia sedang membuat formula yang taktis dan strategis dalam menentukan figur cawapres. Dengan memperhatikan keharmonisankesolidan koalisi partai-partai pendukung serta sejalan dengan arah pikiran sang faktor M.
Walakhir, jika boleh menebaknebak figur yang sangat mungkin dipilih dari hasil formulasi Jokowi, pilihannya bisa jadi akan mengerucut pada dua nama: Mahfud MD atau Moeldoko. Apakah benar akan seperti itu? Mungkin hanya Jokowi dan Tuhan yang tahu. Dalam sebuah kontestasi politik, pilihan berubah pada detik-detik terakhir sangatlah wajar.
Ada yang berpendapat bahwa keputusan Jokowi akan sangat dipengaruhi faktor M. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah faktor Megawati Soekarnoputri, sang ketua umum PDIP yang juga patron politik bagi Jokowi.