Upayakan Status Kepemilikan Tanah Warga Bandarejo
DPRD Kota Surabaya Pantau Langsung Lokasi Tanah Sengketa di Kelurahan Bulak Banteng
DPRD Kota Surabaya cepat tanggap mengawal masalah yang dialami masyarakat Bandarejo. Mereka pun terjun langsung ke lokasi untuk mendengar aspirasi warga.
PULUHAN warga Kampung Bandarejo, kelurahan Bulak Banteng, kecamatan Kenjeran, kemarin (7/8) tampak antusias menyambut kedatangan anggota dewan dari DPRD Kota Surabaya. Mereka yang hadir adalah Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji bersama Ketua Komisi A Herlina Harsono dan jajarannya. Kunjungan itu merupakan kelanjutan dari hearing yang sudah dilakukan bersama warga di kantor DPRD Kota Surabaya satu hari sebelumnya (6/8).
”Hari ini kami pantau langsung lokasi sengketa tanah antar warga Bandarejo dengan pihak TNI AL,” ujar Armuji. Cak Ji, sapaannya, disambut warga yang membawa kertas dengan berbagai tulisan. Isinya adalah menyuarakan aspirasi sambil menggiring rombongan DPRD Kota Surabaya ke lokasi pertemuan di masjid Riyadhus Sholihin.
Warga langsung mengutarakan unekuneknya begitu pertemuan dimulai. Terutama tuntutan untuk merdeka sepenuhnya di kampung halaman sendiri. Menurut ketua RT setempat, Kojim, sudah bertahun-tahun warga merasa terisolir. Mereka dilarang membawa masuk material bahan bangunan ke area Bandarejo.
Bahkan Sekretaris Takmir Masjid Slamet Riyadi mengungkap sulitnya membangun masjid Riyadhus Sholihin. Mereka berulangkali dihalangi aparat.TNI AL pun membangun gapura dan pos penjagaan di pintu masuk Kampung Bandarejo. Saat anggota DPRD Kota Surabaya bertandang ke lokasi tersebut, terlihat aparat berseragam TNI.
”Mereka punya pos penjagaan pas di samping gapura. Yang jaga ya aparat. Kalau ditanya, jawabnya perintah pimpinan,” ujar Kojim.
Sengketa tanah di Kampung Bandarejo sudah berlangsung turun-temurun. Slamet menyebut konflik tersebut sudah terjadi sejak jaman kakeknya dan tidak menemui jalan keluar hingga saat ini. Baru sejak 2011 mereka mendapat surat dari TNI AL. Isinya pemberitahuan bahwa tanah yang mereka tinggali adalah milik TNI AL.
Slamet juga mengaku sudah berulangkali membuat aduan ke berbagai pihak, termasuk Pemkot Surabaya. Tapi, hingga kini belum membuahkan hasil yang konkret. Hingga akhirnya tepat bulan ini warga Kampung Bandarejo direspons positif DPRD Kota Surabaya. Komisi A berjanji akan terus mengawal proses yang berlangsung sampai clear.
Dalam pertemuan tersebut, DPRD Kota Surabaya juga mengajak perwakilan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Surabaya untuk hadir. ”Kami ajak BPN untuk hadir karena beliau yang paling paham secara administrasi pengenai persoalan tanah di kampung ini. Biar jelas apa selanjutnya yang harus kita lakukan agar tepat sasaran,” ujar Cak Ji yang juga merupakan calon legislator DPRD Jatim.
Namun, Cak Ji berpesan kepada semua pihak agar bisa legawa jika hasilnya sudah diputuskan. BPN juga berkomitmen untuk bersikap netral baik kepada warga maupun TNI AL dalam urusan itu.
”Status kepemilikan RW 3 ini masih belum bisa dipastikan. Permohonan sertifikat juga belum disetujui karena tidak linier antara subjek dan objeknya. Sertifikasi tanah diklaim oleh TNI AL tapi penguasaan fisik oleh warga asli Bandarejo,” jelas Kepala Subseksi Pendaftaran Tanah BPN Kota Surabaya Andika Putranta.
Hingga saat ini, Andika menegaskan bahwa tanah yang disengketakan belum ada status kepemilikan dan sertifikasi. Sebab, tanah tersebut masih dalam kajian.
Warga yang sudah tinggal bertahuntahun itu juga memegang petok D yang sudah pernah diajukan agar statusnya ditingkatkan. Mereka pun
Disaksikan oleh banyak pihak, kami komitmen mengawal persoalan sengketa tanah Kampung Bandarejo hingga selesai. Namun semua pihak juga harus legawa dengan hasilnya.”
Armuji Ketua DPRD Kota Surabaya
rutin membayar PBB. Saat ini, tanah seluas 300 hekatare tersebut ditinggali sekitar 350 kepala keluarga. Selain pemukiman, penghasilan warga bersumber dari tambak yang masuk dalam tanah sengketa.
Rencananya, minggu depan akan kembali diadakan hearing di kantor DPRD Kota Surabaya. Warga mengajukan permohonan untuk dipertemukan langsung dengan pihak TNI AL. Mereka juga meminta agar aktivitas tidak lagi dibatasi, tidak dirugikan, dan tidak diintimidasi selama mediasi. Warga juga ingin beberapa pekerjaan tidak dihambat. Misalnya, boleh membawa masuk material bahan bangunan. (nad/kkn)