Pemkab Tidak Dampingi Kadinkes
Jaksa Teliti Bukti Kasus Penyunatan Uang Jaspel BPJS
GRESIK – Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik terus mendalami kasus pemotongan dana jasa pelayanan BPJS di Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik. Datadata diteliti. Penyidik memang menemukan dugaan penyunatan. Ada yang sampai 15 persen.
Kajari Gresik Pandoe Pramoekartika menyatakan, bukti-bukti kasus tersebut disimpan penyidik. Dipilah-pilah antara yang relevan dengan perkara dan yang tidak. Di kantor kejari, kemarin (7/8) tampak tim jaksa meneliti bukti-bukti. Itu adalah dokumen dan berkas sitaan dari Kepala Dinas Kesehatan Gresik Nurul Dholam. Baik dari rumah maupun kantornya.
Kasi Intel Kejari Marjuki menyatakan, berkas-berkas bukti itu memang sedang diseleksi. Yang terkait perkara disita. Yang tidak dikembalikan. ”Nanti kami minta surat dari pengadilan untuk penyitaan berkas,” ujarnya.
Marjuki memastikan penyortiran berkas segera diselesaikan. Tujuannya, perkara yang tergolong penyalahgunaan wewenang itu bisa cepat berlanjut ke tahap berikutnya. Yaitu, pemanggilan saksi-saksi.
Siapa saja mereka? Marjuki belum mau memerinci. Ditanya soal calon tersangka, dia juga belum mau buka kartu. Alasannya, penyidikan itu masih umum. Tersangka ditetapkan jika sudah masuk penyidikan umum.
Benarkah terjadi pemotongan jasa pelayanan BPJS di puskesmas? Kepada Jawa Pos, petugas puskesmas mengakuinya. ”Yang dipotong jaspel (jasa pelayanan, Red) teman-teman (petugas puskesmas, Red),” jelasnya. Bahkan, sebagian menyebut pemotongan sampai 15 persen.
Pembagian dana BPJS untuk puskesmas atau dana kapitasi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 21 Tahun 2016. Dana kapitasi dibagi dua. Masing-masing 60 persen untuk jaspel pegawai. Lalu, 40 persen untuk operasional. Misal- nya, pengadaan obat-obatan.
Siapa yang berhak mendapat jaspel? Mereka adalah tenaga kesehatan dan tenaga non-kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien BPJS Kesehatan. Karena dipotong, jatah mereka berkurang. ”Padahal, sudah ada aturannya di permenkes,” jelasnya.
Masalahnya, lanjut sumber Jawa Pos itu, potongan jaspel tidak jelas untuk apa. Informasinya, dana tersebut masuk ke bendahara dinas kesehatan. Cuma, penggunaannya tidak transparan. Tidak ada yang tahu.
Tidak hanya dipotong. Jaspel dari dana kapitasi itu pernah tidak diberikan selama berbulanbulan. Dinkes beralasan uangnya digunakan untuk pembangunan puskesmas. Padahal, plot anggaran untuk infrastruktur puskesmas sudah ada sendiri.
Selama ini banyak pegawai yang sambat. Baik di dinkes maupun puskesmas. Namun, tidak ada yang berani melapor. Hingga akhirnya, masalah tersebut masuk ke kejaksaan. ”Kalau soal itu, saya tidak berani berkomentar,” ucapnya.
Di sisi lain, keberadaan Nurul Dlolam masih misterius. Sehari setelah penggeledahan, pejabat eselon II itu seakan menghilang. Kemarin semua pejabat Pemkab Gresik hadir bersama Bupati Sambari Halim Radianto di kantor pemkab. Hadir pula Wabup Moh. Qosim dan Sekda Djoko Sulistio Hadi. Namun, Nurul tidak muncul.
Tentu saja, dia menjadi rasanrasan pejabat lain. Sebagian menduga Nurul punya keperluan lain. Sebagian justru mengapresiasi aparat hukum. Kasus itu diharapkan menjadi pelajaran bagi pejabat lain.
Bagaimana sikap pemkab? Kepala Bagian Hukum Eddy Siswoyo menyatakan, Pemkab Gresik tidak memiliki kapasitas memberikan bantuan hukum dalam perkara di Dinkes Gresik itu. Sebab, ada dugaan perkara tersebut menyangkut korupsi.
”Kalau perkara korupsi, tidak ada pendampingan,” kata Eddy. Pemerintah memberikan pendampingan hukum dalam perkara perdata.