Tidak Harus Kuat & Kencang
Triatlon terkadang dipilih karena runners butuh tantangan lain. Tapi, tidak bagi Martha Adwityasthi. Dia mengaku dijebak untuk terjun ke triatlon.
Kata Martha Adwityasthi, Dia Dijebak ke Triatlon
Berbeda dengan maraton, saya mendapatkan sensasi yang lebih saat turun di triatlon.” Martha Adwityasthi penggemar triatlon Jakarta
IBU muda asal Jakarta ini memang doyan mengikuti aktivitas olahraga sejak kecil. Tapi, berkecimpung di dunia triatlon tak pernah terbersit di pikirannya. Martha terbilang baru aktif di tiga cabang olahraga itu (swim-bike-run).
Tahun 2018, untuk kali pertama dia merasakan sensasi triatlon pada acara minitri yang digelar komunitas triatlon terbesar di Indonesia, Triathlon Buddies (Tribuds). ’’Di Tribuds itu ada guyonan, turun karena dijebak atau emang dia ambisius banget. Nah, kalau saya emang dijebak, tapi sukarela,” katanya di sela-sela mengikuti Super League Triathlon, Maret lalu. Namun, alih-alih kapok, perempuan 37 tahun itu ketagihan setelah kali pertama merasakan minitri pada 2018. Memang, meskipun hanya simulasi lomba triatlon sesungguhnya, minitri kerap jadi persinggahan pertama buat newbie seperti Martha. Tak sedikit alumnus minitri yang kini sering terlihat dalam race triatlon yang digelar di sejumlah kota di Indonesia. Di Tribuds, para member atau alumnus minitri memang sering mendapatkan tantangan selanjutnya. Mereka juga dikompori untuk turun di race sesungguhnya. Untung, bersama komunitas, mereka juga sering menggelar latihan bersama. ’’Jadinya sebelum turun di race sudah dapat atmosfer lomba, jadi nggak kaget,” jelas Martha. Adaptasi ketika pergantian antara renang, sepeda, dan lari menjadi menu utama saat mereka menggelar latihan bersama. Kondisi itu sangat membantu Martha sebelum ambil bagian dalam race.
’’Sekarang jatuhnya, dari terjebak jadi makin penasaran,’’ ucapnya. Martha sudah membuktikan bahwa ikut triatlon tidak harus mereka yang kuat dan kencang. Sebab, manajemen tiga leg (cabor) menjadi salah satu kunci penting.