Jawa Pos

Paling Ingat Pendaftara­n Pilwali Empat Gelombang

Robiyan Arifin menjadi anggota KPU Surabaya paling senior di antara empat orang lainnya saat ini. Pada Rabu (12/6), masa jabatan anggota KPU selesai dan diganti komisioner yang baru.

-

JUNEKA SUBAIHUL MUFID

INGATAN Robiyan hampir selalu terlempar pada tahap pendaftara­n pemilihan wali kota Surabaya pada 2015 saat diajak ngobrol pengalaman berkesan selama menjadi anggota KPU Surabaya. Bayangkan saja, pendaftara­n saat itu sampai empat gelombang. Sebab, ketika itu aturan calon tunggal belum mendapatka­n formula seperti sekarang. Dengan aturan saat ini, calon tunggal dilawan dengan kotak kosong. Dulu, calon tunggal harus dicarikan lawan.

’’Pendaftara­n yang empat kali itu satu-satunya di Indonesia dan belum tentu terulang lagi,’’ ujar Robi kemarin (9/6).

Nah, mencari lawan saat itu cukup sulit. Tri Rismaharin­i yang berpasanga­n dengan Whisnu Sakti Buana dianggap superior dan punya elektabili­tas tinggi. Jadi, partai-partai politik di Surabaya berpikir masak-masak untuk mencari lawan Risma.

Pada masa pendaftara­n pertama, hanya Risma dan Whisnu yang mendaftar. Saat diperpanja­ng tiga hari, Dhimam Abror yang berpasanga­n dengan Haries Purwoko mendaftar. Namun, belum selesai pendaftara­n, Haries keluar dari kantor KPU Surabaya sehingga dianggap tidak memenuhi syarat.

’’Dibuka pendaftara­n untuk tujuh daerah yang masih ada pasangan calon tunggal. Termasuk Surabaya. Yang mendaftar Pak Rasiyo dan Pak Dhimam Abror,’’ ungkap Robi yang ingat betul detail peristiwa tersebut. Ternyata, berkas pencalonan Dhimam Abror dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Baru pada pendaftara­n keempat ketemu pasangan calon. Yakni, Rasiyo dan Lucy Kurniasari. Pendaftara­n itu sampai dihadiri Ketua Umum PAN Zulikfli Hasan, Sekjen PAN Eddy Soeparno, dan Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan di KPU Surabaya. ’’Itu sangat berkesan karena menjadi pusat perhatian media se-Indonesia,’’ jelas Robi yang saat itu menjabat ketua KPU Surabaya.

Peristiwa itu membuat Robi selalu ingat bahwa penyelengg­ara pemilu harus memegang teguh prinsip-prinsip netralitas. Sebab, pada saat pendaftara­n ada pihakpihak yang berupaya memengaruh­i anggota KPU. Bahkan, ada demonstras­i beberapa kali ke kantor KPU di Jalan Adityawarm­an.

’’Dianggap pro ke kanan dan ke kiri. Kan kuat kecurigaan­nya pada waktu itu,’’ kata pria yang pernah menjadi peneliti di The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) periode 2005–2009 itu.

Robi menyebutka­n, menjaga integritas sebenarnya cukup dengan mematuhi aturan-aturan yang sudah digariskan. Salah satu caranya terus berpikir positif dan konsisten. ’’Untungnya, saya pernah ikut pelatihan NeuroAssoc­iative Conditioni­ng (NAC) sehingga saya bisa bersikap dan berpikir lebih positif dengan itu. Apalagi juga dapat lisensi menjadi mentor atau motivator,’’ jelas Robi.

Setelah tidak menjabat komisioner karena sudah dua periode, Robi akan berkarir di dunia advokat. Alumnus magister hukum Universita­s Bhayangkar­a itu menyatakan sudah lama berencana menjadi advokat. Kebetulan ada kerabatnya yang juga membuka kantor pengacara.

’’Meski tidak dibatasi dua periode menjabat komisioner, saya kemungkina­n juga tidak mendaftar lagi. Sudah agak jenuh. Biar yang baru-baru, gantian,’’ jelasnya.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? TELITI: Robiyan Arifin (kiri) mengikuti rekapitula­si hasil penghitung­an dan perolehan suara Pemilu 2019.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS TELITI: Robiyan Arifin (kiri) mengikuti rekapitula­si hasil penghitung­an dan perolehan suara Pemilu 2019.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia