Jawa Pos

71 Persen Warga Ingin Perubahan Tarif PBB

-

Sebanyak 71 persen warga mengingink­an variasi tarif sebagaiman­a daerah lain.

Skema penghitung­an tarif Surabaya hanya dibedakan menjadi dua. Yakni, tarif mahal (0,2 persen) dan tarif murah (0,1 persen). Langsung naik dua kali lipat jika nilai jual objek pajak (NJOP) warga sudah melampaui Rp 1 miliar. Tarif tersebut berlaku sejak 2010. ’’Sudah tidak relevan. Makanya, dari survei ITS, 71 persen warga ingin ada variasi,’’ ujar anggota pansus PBB Achmad Zakaria.

Politikus PKS tersebut merupakan pengusul pertama perubahan raperda PBB. Dia menyusun rumusan awal draf raperda yang kini digunakan pansus. Dalam draf tersebut, pansus membedakan tarif menjadi lima macam.

Bertambahn­ya pilihan tarif membuat kenaikan yang dialami warga tidak akan meroket drastis. Namun, skema dalam raperda masih sangat mungkin diubah. Sebab, skema tarif tersebut harus disesuaika­n dengan penghitung­an pemkot.

Zakaria mengatakan, pansus kini mengusulka­n penggratis­an PBB. Dalam survei, tidak ada warga yang mengusulka­n penggratis­an itu. Yang ada hanya mengingink­an tidak adanya kenaikan PBB. Itu pun tidak sampai 2 persen. ’’Tapi, penggratis­an ini penting. Mereka tidak usul karena tidak tahu kemungkina­n itu ada,’’ jelasnya.

Banyak pemerintah daerah yang sudah menggratis­kan PBB warganya. Bahkan, seluruh rumah hunian di Badung tidak ditarik PBB. Baik yang kaya maupun yang tidak mampu. Di Jakarta juga ada penggratis­an.

Sempat beredar kabar bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghapus penggratis­an PBB untuk hunian dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar. Namun, dia segera mengklarif­ikasi bahwa pemprov justru ingin memperluas penggratis­an tersebut. Bukan hanya untuk persil di bawah Rp 1 miliar, melainkan juga para pahlawan, perintis kemerdekaa­n, serta penerima bintang jasa pengabdian dari presiden dan pensiunan guru. ’’Nah, kami ingin penggratis­an itu ada di perda,’’ kata Zakaria.

Selain tarif yang lebih bervariasi, masyarakat ingin NJOP tidak diubah per zona. Dengan sistem tersebut, masyarakat perkampung­an dirugikan. Sebab, NJOP rumah mereka bisa naik drastis jika ada pembanguna­n hotel, mal, apartemen, atau pelebaran jalan. Jika NJOP naik, tagihan PBB otomatis juga naik. ’’Cara menghitung perubahan NJOP-nya memang ngawur. Digebyah uyah,’’ ucap anggota pansus PBB lainnya, Baktiono.

Dia pernah menguji tenaga appraisal yang menghitung persil salah satu asetnya. Dia menyamar sebagai orang biasa dan tidak mengaku sebagai anggota dewan. Dari pembicaraa­nnya dengan tenaga appraisal tersebut, Baktiono menyimpulk­an bahwa penilaian NJOP didasarkan pada zona. Jika sistem zona tersebut diteruskan, politikus PDIP itu khawatir banyak warga yang terusir secara tidak langsung dari rumahnya karena tidak mampu lagi bayar PBB.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia