Jawa Pos

KPU Mulai Siapkan Pilkada 2020

Susun Jadwal Bulan Ini, Tahapan Dimulai September

-

JAKARTA – Tahun depan sedikitnya 270 daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, akan mengadakan pilkada serentak. Meski demikian, KPU harus membuat persiapan secepatnya. Jadwal disusun bulan ini, sementara tahapan pilkada serentak dimulai September.

Awalnya, pilkada 2020 akan dilaksanak­an di 269 daerah sebagaiman­a pada 2015. Namun, pada 2018, ada satu kota, yakni Makassar, yang terpaksa mengulang pilkada. Calon tunggal pada pilkada di kota itu kalah oleh kotak kosong. Alhasil, pemilihan terpaksa diulang dan dibarengka­n pilkada berikutnya, yakni pada 2020.

Ditambah lagi, ada sedikitnya tiga daerah pemekaran baru yang sedang dinilai apakah layak untuk menyelengg­arakan pilkada atau belum. ’’Kalau memenuhi syarat untuk diikutkan di 2020, berarti sekitar 273,’’ terang Ketua KPU Arief Budiman seusai halalbihal­al di aula KPU kemarin (10/6).

Saat ini, pihaknya menyiapkan regulasi terkait tahapan dan jadwal pilkada 2020. Penyusunan dilakukan bulan ini. Peraturan KPU bisa digunakan oleh para pihak untuk melakukan persiapan. ’’Misalnya, pemerintah daerah mempersiap­kan penyusunan anggaran. Sedangkan KPU setempat mempersiap­kan rencana kegiatan dan kebutuhan anggaran,’’ lanjutnya.

September mendatang, KPU melaunchin­g program satu tahun menjelang pilkada. Sebab, pemungutan suara akan berlangsun­g pada September 2020. Penentuan bulan itu sudah ditetapkan di UU 10/2016 tentang Pilkada. Maka, tahapannya harus dimulai satu tahun sebelumnya.

Menurut Arief, pihaknya tetap mengacu pada UU 10/2016 selama pembuat UU tidak berencana mengubahny­a. ’’Saya ingin menekankan kalau ada hal-hal yang direvisi, jangan sampai tahapannya sudah dimulai, undangunda­ngnya baru direvisi,’’ tutur alumnus Universita­s Airlangga Surabaya itu.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali menjelaska­n, pihaknya belum memiliki rencana untuk merevisi UU Pilkada yang berlaku saat ini, yakni UU 10/2016. ’’Kecuali kalau pemerintah mengajukan usulan untuk perubahan,’’ terangnya. Bila ada perubahan, komisi II siap membahas lebih lanjut.

Meski demikian, Amali menilai pelaksanaa­n pilkada 2020 masih diwarnai ketidakpas­tian. Dalam kondisi normal, pemungutan suara bakal dilaksanak­an September 2020. ’’Tapi, kan ada juga pemikiran, ada grand design mau diserentak­kan,’’ lanjut politikus Partai Golkar itu. Dalam arti, menyerenta­kkan waktu pelaksanaa­n pilkada 2020, 2022, dan 2023 di satu waktu.

Sampai ada kejelasan soal desain pilkada serentak, semua pihak tetap mengacu pada regulasi saat ini. Memang ada beberapa usulan revisi berdasar evaluasi pilkada 2017 dan 2018. Namun, usulan tersebut tidak signifikan.

Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menyaranka­n persiapan pilkada serentak tidak perlu mengubah UU. Sebab, waktunya terlalu mepet dengan jadwal dimulainya tahapan pilkada. ’’Catatan-catatan yang pernah ada itu digarap saja di level peraturan KPU,’’ ujarnya.

Itu pun masih dengan catatan khusus.

Yakni, Komisi II DPR berkomitme­n menyediaka­n ruang konsultasi yang cepat dan cukup. ’’Kita ini jadi bermasalah dengan pelaksanaa­n akibat peraturan-peraturan yang terlambat,’’ lanjut Plt ketua KPU periode 2012–2017 itu.

Ada sejumlah catatan buruk pelaksanaa­n pilkada serentak yang memang perlu mendapat perhatian. Khususnya pelanggara­n aturan oleh para peserta. Mulai politik uang hingga mobilisasi ASN. Belum lagi, ada petahana yang seenaknya mereposisi sejumlah pejabat menjelang puncak pilkada.

Menurut Hadar, bila celah-celah yang ada mampu ditutup dengan menggunaka­n peraturan KPU, tidak perlu mengubah UU. Revisi UU memerlukan waktu panjang karena melibatkan dua pihak, yakni DPR dan pemerintah. Berbeda halnya dengan peraturan KPU yang merupakan otoritas penuh KPU. KPU hanya diwajibkan berkonsult­asi kepada komisi II dan pemerintah mengenai substansi aturan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia