Legislator dan si Miskin Perempuan
PENINGKATAN keterpilihan perempuan di DPR RI tentu sebuah good news. Selain karena jumlah perempuan sekitar separo penduduk Indonesia, peran perempuan dalam jabatan publik dianggap menajamkan sensitivitas pada kepentingan perempuan dan anak-anak. Perempuan juga diyakini lebih peka terhadap nilai-nilai keluarga yang menjadi fondasi nilai-nilai kebangsaan.
Isu-isu perempuan di level nasional memang cukup besar seperti permasalahan jutaan pekerja migran dan pekerja domestik perempuan. Bagaimanapun, mereka bekerja jauh dari rumah, jauh dari anak-anak mereka. Perlu kebijakan publik agar anak pekerja perempuan ini terhindar dari risiko menjadi ’’lost generation’.’
Isu-isu semacam itu perlu jadi agenda utama ’’kaukus perempuan’’ di legislatif. Dari hitungan Jawa Pos, ada 112 perempuan (19,5 persen) dari 560 legislator DPR 2019– 2024. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak Pemilu 1999.
Di DPRD Jatim, setidaknya terpilih 22 perempuan dari 120 legislator (18,3 persen). Di DPRD Kota Surabaya persentasenya lebih tinggi, yakni setidaknya ada 17 perempuan dari 50 legislator atau 34 persen, melampaui kuota 30 persen caleg perempuan.
Jumlah signifikan perempuan legislator ini diharapkan bisa memulaskan warna yang lebih feminin dalam kerja-kerja legislatifnya. Dan di DPRD Kota Surabaya, mereka bermitra dengan Wali Kota Tri Rismaharini yang kinerjanya dinilai moncer dalam menata kota yang sensitif terhadap perempuan dan anak.
Tantangan berat ada di level Jawa Timur, yang juga dipimpin perempuan, Gubernur Khofifah Indar Parawansa. Di provinsi yang jumlah perempuannya lebih banyak jika dibandingkan dengan laki-laki ini, ada lapisan kemiskinan yang disebut Khofifah sebagai ’’akut’’. Kemiskinan ’’berwajah perempuan’’ ini ada di desa-desa. Bila perempuan miskin, maka anak-anaknya juga miskin beserta segenap dampak masa depannya.
Data Maret lalu, kemiskinan di Jawa Timur itu mencapai 10,85 persen (nasional 9,82 persen). Kemiskinan di pedesaan 15,2 persen, sedangkan di perkotaan 6,9 persen. Kemiskinan di desa dalam lima tahun terakhir hanya turun 0,7 persen. Benar-benar akut.
Target Khofifah untuk menurunkan kemiskinan hingga 4 persen sampai 2024 perlu sentuhan kebijakan yang lebih kuat dengan dukungan legislator. Penguatan ekonomi perlu diprioritaskan untuk perempuan miskin desa. Kalau mereka terentas, terentas pula anak-anak mereka.