Bikin Sentra Baru Kakao
SURABAYA – Kebutuhan komoditas kakao terus meningkat, terutama dengan bermunculannya industri baru maupun relokasi pabrik besar ke Jatim. Tapi, peningkatan permintaan itu belum diimbangi dengan suplai yang memadai. Jatim didorong untuk mengembangkan sentra-sentra kakao baru.
Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Isdarmawan Asrikan menyatakan, produksi kakao di Jatim menurun, baik dari perkebunan milik PT Perkebunan Nusantara maupun perkebunan swasta. Saat ini produksi kakao Jatim di bawah 35 ribu ton per tahun, sedangkan kebutuhan industri mencapai 150 ribu–200 ribu ton per tahun. Dengan demikian, kekurangan diambil dari sentra produksi di luar Jatim seperti Sulawesi dan Bali.
Selanjutnya, secara nasional, produksi sepanjang dua sampai tiga tahun terakhir menurun dari kondisi normal 700 ribu ton per tahun, sekarang 400 ribu–450 ribu ton. Karena itu, upaya untuk menggenjot kembali produksi kakao di Jatim dengan pengembangan di tingkat petani tengah dilakukan. ’’Untuk mengoptimalkan pengembangan di tingkat petani, kami membuat demplot (demonstrasi plot) di lima kabupaten,’’ katanya kemarin (10/6). Lima kabupaten tersebut adalah Pacitan, Trenggalek, Blitar, Malang, dan Bondowoso. Total luas lahan demplot mencapai 31 hektare.
Demplot itu merupakan bagian dari program budi daya kakao berkelanjutan atau sustainable cocoa development programme (SCDP). Program yang dikembangkan sejak 2016 tersebut merupakan kerja sama dari masyarakat Uni Eropa, GPEI, dan Pusat Penelitian Kopi-Kakao Indonesia (Puslitkoka).