PERLAHAN, BERTAHAP, TAK INSTAN
Kelebihan berat badan bisa jadi menyiksa. Jalan jauh terengahengah. Mengubah posisi duduk pun terasa berat. Meski begitu, untuk mencapai berat tubuh ideal, dibutuhkan langkah yang tepat. Plus, tidak mungkin instan. Jadi, ketika bobot turun, kondisi tubuh tak ikutan turun.
AUSTRALIA, September 2018. Itulah titik balik yang selalu dikenang Maulina, founder Kalyana. Saat itu dia mengikuti pameran produk. Berbagai persiapan harus dilakukan. Mulai mengangkat hingga menata barang. Sayangnya, tubuhnya enggan berkompromi. ’’Saya jalan 100 meter, ada tanjakan halus, sudah bingung napas. Nggak bisa ngomong,’’ kenangnya. Molly, sapaan Maulina, menceritakan bahwa berat badannya saat itu sekitar 138 kg. ’’Jauh banget dari bobot ideal saya yang seharusnya mencapai 60 kg,’’ kata ibu satu anak tersebut. Dia menjelaskan, kondisiitumuncul lantaran hobi makannya yang tidak terkontrol. Bahkan, menurut dokter, sudah masuk kategori obesitas kelas tiga. Padahal, Molly telah tiga kali menempuh diet keto. Semuanya bak yoyo. Turun-naik-turun-naik. Pada 2016, berat badannya sempat turun 30 kg. Dari 145 kg ke 115 kg. Namun, timbangannya kembali naik hingga 20 kg. Buat dia, diet keto cukup menyulitkan. ’’Menu-menunya enggak gampang. Jadi, kalau keluar negeri, sulit jaga makan ,’ ungkap warga S u raba yaitu. Bahkan, dia kerap balas dendam dengan makan roti serta dessert. Dua makanan favoritnya. Molly sempat diingatkan dokter spesialis jantung yang menangani orang tuanya. Ayah ibunya sama-sama mengalami gangguan jantung dan mengidap diabetes. ’’Beliau bilang, jantung ayah ibumu nggak sehat, padahal mereka langsing. Kalau obese, risiko penyakit macam-macam makin tinggi,’’ tuturnya menirukan dokter tersebut.
Perempuan kelahiran Surabaya, 17 Januari 1981, itu menyatakan bahwa kondisi tubuhnya amat jauh dari bugar. Bangun tidur saja, tubuhnya seakan mengeluh. ’’Kalau langsung bangun, sakit kayak ditusuk-tusuk,’’ ucap pemilik akun
Instagram @maulinamolly tersebut. Pada November 2018, dia membulatkan tekad untuk mulai berolahraga. Suaminya, Iqbal Nalendra, meragukan niat tersebut. Sebab, Molly kerap kabur di tengah program olahraga serta slimming. ’’Saya mohon-mohon, sebulan aja deh coba latihan. Trainer-nya saya minta datang ke rumah, jadi saya enggak bisa kabur,’’ ujarnya.
Menu latihannya dibuat menyesuaikan kondisi tubuh dan hasil konsultasi dokter Molly. Latihannya ringan dan mudah dilakukan, serta intensitasnya ditingkatkan perlahan.
Trainer Molly, Muhammad Haiqal Fajar, juga menyarankan untuk mulai mengatur porsi makan. Porsi dikurangi bertahap. Porsi sayuran dan buah ditambah. ’’Saya tetap bisa enjoy dan bahagia pas makan. Enggak sampai kalap,’’ ungkap perempuan bertinggi badan 160 cm tersebut.
Tujuh bulan berlalu. Lingkar tubuhnya –lengan, perut, dan paha– makin menyusut. Berat badannya di kisaran 106 kg. Dia bahagia mampu sujud lagi ketika salat, duduk di kabin pesawat agak longgar, serta memotong kuku kaki tanpa bantuan suaminya.
Pola makannya ikut berubah total. Bila dulu Molly mampu menghabiskan satu loyang pizza atau cake sendirian, kini cukup satu potong. Sebab, Molly kini cermat memperhatikan asupan gizinya. (fam/c14/nda)