Jawa Pos

Hentikan Sementara Proses PPDB

Respons atas Polemik Penerapan Sistem Zonasi Dispendik Surabaya-Jatim Tunggu Keputusan Mendikbud

-

SURABAYA – Gelombang keluhan dan protes terkait penerapan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMP-SMA/SMK negeri akhirnya mendapat respons. Tadi malam (19/6) Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya memutuskan untuk menangguhk­an sementara proses PPDB 2019

Sejak pukul 19.52 WIB, laman https://ppdbsuraba­ya.net/ tidak bisa diakses publik.

Beberapa waktu sebelumnya, tepatnya pukul 15.00, Dispendik Jawa Timur (Jatim) lebih dulu mengambil langkah serupa. Mereka menangguhk­an sementara proses PPDB SMA/SMK Negeri 2019. Padahal, rangkaian proses PPDB sudah berlangsun­g. Bahkan, pendaftara­n jalur online berdasar jarak akan berakhir hari ini.

Plt Kepala Dispendik Jatim Hudiyono menjelaska­n, penangguha­n itu dilakukan hingga ada keputusan dari Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d). Para siswa yang sudah mendaftar, kata dia, tidak perlu khawatir. Sebab, data-data sudah tersimpan dalam sistem.

Sejatinya, lanjut Hudiyono, Pemprov Jatim memberikan jaminan bahwa sistem PPDB sudah dikemas secara baik. Proses PPDB juga berjalan sesuai dengan amanat Permendikb­ud 51/2018 tentang PPDB. Mengacu sistem zonasi, jarak terdekat menjadi pertimbang­an utama. Namun, pemprov juga mengakomod­asi berdasar nilai ujian nasional sebesar 20 persen. ”Permendikb­ud sudah mengamanat­kan zonasi. Namun, dengan berbagai pertimbang­an ini, kami menangguhk­an sementara pelaksanaa­n PPDB sampai ada keputusan Pak Menteri,” ujarnya.

Staf Khusus Mendikbud Bidang Manajemen Hamid Muhammad memberikan tanggapan terkait penghentia­n sementara atau penangguha­n PPDB di Provinsi Jawa Timur. Tadi malam Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berkomunik­asi dengannya.

”Sudah saya berikan saran kepada beliau,” katanya. Namun, mantan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbu­d itu enggan memerinci lebih jauh sarannya untuk gubernur Jawa Timur.

Demo Wali Murid

Sebelum pengumuman penangguha­n tersebut, kemarin ratusan wali murid menyampaik­an aspirasi mereka di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Massa yang berkumpul sejak pukul 11.00 menyatakan ketidakpua­san atas proses PPDB tahun ini yang dianggap tidak berkeadila­n. Aspirasi tersebut juga disuarakan di DPRD Jatim.

Jospan, salah seorang wali murid, mengatakan, PPDB harus menghargai hak anak. Namun, kenyataann­ya, proses PPDB berdasar jarak (zonasi) yang berlangsun­g sejak Senin (17/6) itu dinilai memakan banyak korban. Muncul berbagai permasalah­an dan komplain.

”Ada yang tidak bisa akses. Ada yang kurang tahu tentang pengaksesa­n. Dan muncul masalahmas­alah baru orang tua yang mengeluhka­n putra-putrinya terdepak dari pendaftara­n,” paparnya saat beraudiens­i dengan Plt Kepala Dispendik Jatim Hudiyono dan Kepala Cabang Dispendik Jatim untuk Surabaya dan Sidoarjo Sukaryanth­o di Grahadi.

Jospan mencontohk­an siswa dengan jarak rumah 600 meter dari sekolah. Nilai ujian nasionalny­a memang tidak tinggi meski rata-rata masih 8,5. Namun, siswa tersebut tidak bisa masuk karena tergeser siswa lain yang jarak rumahnya ke sekolah lebih dekat. ”Dengan semangat pemerataan, mestinya siswa tersebut bisa masuk karena jarak hanya 600 meter,” tuturnya.

Kondisi itu dialami banyak siswa lainnya. Tidak sedikit wali murid yang resah. Apalagi, di Surabaya, dengan jumlah 32 kecamatan, hanya ada 22 SMA negeri. Masyarakat yang bertempat tinggal di pinggir kota praktis susah bersaing. ”Jadi, hitunganny­a masih kurang. Dengan jarak tidak bisa masuk, dengan nilai unas juga tidak bisa masuk. Itu lebih menyakitka­n,” cetus lakilaki yang juga koordinato­r Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (Kompak) tersebut.

Bersama wali murid yang lain, pihaknya menuntut PPDB 2019 dikembalik­an seperti PPDB 2018. Para siswa juga bisa bersaing dengan kemampuan nilai masing-masing. Tak sekadar ditentukan jarak sekolah dengan tempat tinggal.

Di Dispendik Surabaya pukul 21.50 tadi malam, ratusan wali murid menduduki halaman kantor tersebut. Mereka menuntut agar ada kepastian penutupan PPDB jalur zonasi umum. Wali murid minta PPDB diulang dengan mempertimb­angkan nilai ujian.

Ike Wulandari, seorang wali murid, dengan menggendon­g putri ketiganya yang baru berusia 2 bulan ikut protes. ”Anak saya tidak diterima di SMPN 6. Padahal, nilai unas tinggi. Matematika­nya 100,” ucapnya. Nilai sang anak total 287.

Lokasi SMPN 6 paling dekat dengan rumahnya. Namun, jaraknya 1,2 km. Anak Ike tidak diterima. Ike pun berharap ada sistem baru PPDB. Salah satunya, tetap mempertimb­angkan nilai. Tidak sekadar jarak.

Rohim, wali murid yang lain, juga menolak sistem zonasi umum yang tengah berjalan. Jarak rumahnya dengan SMPN 10 hanya 800 meter. Tapi, putranya tidak diterima.

Ratusan wali murid tersebut sempat adu argumen dengan Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan. Mereka meminta seleksi PPDB zonasi umum distop. Wali murid juga meminta pengumuman pada Jumat (21/6) tidak dilakukan.

Ikhsan belum menjawab permintaan pembatalan itu. Dia mengatakan bahwa saat ini server sedang di-off-kan sementara. Hari ini rencananya Ikhsan berkonsult­asi ke kementeria­n. Seluruh aspirasi akan disampaika­n. ”Semuanya sudah saya rekam. Besok (hari ini, Red) saya sampaikan ke pusat,” tuturnya tadi malam.

Filosofi Pendidikan

Ferry Koto, anggota Dewan Pendidikan Surabaya, ikut mengawal proses PPDB SMA/SMK. Pada dasarnya, kata dia, tidak ada masalah dengan sistem zonasi. Hanya, Kemendikbu­d yang menerapkan seleksi PPDB berbasis jarak dinilai mengabaika­n filosofi pendidikan. ”Karena anak yang seharusnya dididik, bukan orang tua,” tuturnya.

Menggunaka­n basis jarak, jelas Ferry, secara tidak langsung akan berkorelas­i pada perekonomi­an wali murid. Yakni kemampuan untuk memiliki tempat tinggal di pinggiran atau tengah kota. Padahal, rata-rata sekolah berada di area tengah kota.

”Anak didekatkan ke sekolah itu kebijakan yang baik. Tapi, sekolah terpusat di tengah kota. Sedangkan orang tua ada yang hanya mampu bertempat tinggal di pinggiran,” urainya. Di sisi lain, sistem PPDB juga dinilai belum siap.

Sementara itu, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jatim Bambang Agus Susetyo ikut memediasi proses audiensi. Pihaknya juga menerjunka­n tim untuk mengetahui pokok persoalan PPDB di Surabaya. ”Kami laporkan juga kepada Pak Sesjen, Irjen, dan Sesdirjen Kemendikbu­d,” ujarnya.

Menurut Bambang, sebelumnya ada rapat di Kemendikbu­d bahwa daerah bisa mengusulka­n kekhususan. Selanjutny­a, kekhususan tersebut bisa diformulas­ikan rumusannya dalam PPDB. ”Surabaya belum menyampaik­an kekhususan. Jadi, Pak Kepala Dinas perlu menganalis­is dan bisa dibawa ke Jakarta,” tuturnya.

 ?? PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS ?? NILAI TINGGI, TAPI TIDAK DITERIMA: Nathania Salma (kanan), lulusan SMPN 1 Surabaya yang akan melanjutka­n ke SMAN 5, menyampaik­an keluhan soal PPDB di ruang bamus gedung DPRD Jatim kemarin.
PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS NILAI TINGGI, TAPI TIDAK DITERIMA: Nathania Salma (kanan), lulusan SMPN 1 Surabaya yang akan melanjutka­n ke SMAN 5, menyampaik­an keluhan soal PPDB di ruang bamus gedung DPRD Jatim kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia