Jawa Pos

Pengungsi di Dunia Makin Banyak

Yang Baru Bermuncula­n, Problem Lama Masih Ada

-

JENEWA – United Nations High Commission­er for Refugees (UNHCR) merilis fakta pedih terkait dengan Hari Pengungsi Sedunia hari ini (20/6). Kemarin lembaga PBB untuk mengurus pengungsi itu merilis laporan perkembang­an jumlah pengungsi dan orang telantar. Yang terjadi adalah rekor jumlah migrasi pada abad ke-21 ini.

”Tren pengungsi global terus berjalan di arah yang salah,” ujar Kepala UNHCR Filippo Grandi sebagaiman­a diberitaka­n Associated Press.

Sesuai dengan perhitunga­n mereka, jumlah orang telantar atau mengungsi karena krisis atau konflik ekstrem negara mencapai 70,8 juta jiwa. Bertambah 2,3 juta jiwa jika dibandingk­an dengan angka pada 2017. Jumlah pengungsi itu naik tujuh tahun berturut-turut.

Grandi memaparkan, tren kenaikan pengungsi itu disokong dari gelombang imigran Venezuela dan Ethiopia. Venezuela sedang dilanda krisis kemanusiaa­n dalam rezim Nicolas Maduro, sedangkan Ethiopia kembali dilanda konflik etnis.

”Angka (pengungsi, Red) sebenarnya bisa jadi lebih banyak. Karena kami hanya memasukkan warga Venezuela yang sudah mengajukan suaka, yakni sekitar setengah juta,” ungkapnya kepada Agence France-Presse. Menurut laporan negara penerima, jumlah penduduk Venezuela yang kabur mencapai 4 juta.

Namun, permasalah­an UNHCR tidak hanya terletak pada negaranega­ra yang baru menjadi ”eksporter” pengungsi. Negara yang sudah lama dalam peperangan seperti Syria tetap menjadi penyumbang terbesar pengungsi dan orang telantar. Setelah delapan tahun perang sipil di Syria, 13 juta orang terlunta-lunta.

Begitu juga yang terjadi kepada negara Afghanista­n yang sudah belasan tahun dilanda konflik. Sementara itu, pengungsi Rohingya dari Myanmar masih terombang-ambing karena tak ada yang mau menerima.

”Konflik baru terus bermuncula­n, tapi yang lama juga tak selesai. Seakan-akan kita tak bisa lagi menciptaka­n perdamaian,” jelas Grandi.

Masalah lainnya, lanjut Grandi, adalah pintu negara-negara maju yang makin rapat. Sentimen tokoh politik kepada imigran membuat kemampuan menyerap pengungsi global makin turun. ”Saya ingin berkata kepada presiden AS (Donald Trump, Red) dan kepala negara lainnya, apa yang Anda katakan benar-benar mengganggu,” tegasnya.

Trump dan pemimpin sayap kanan sering menganggap imigran sebagai ancaman negara. Mereka dilabeli sebagai perebut pekerjaan, pembuat keonaran, dan penghapus tradisi. Padahal, mereka kabur dari kampung halaman karena ancaman yang mengerikan.

”Anda harus ingat. Di balik angka-angka ini, ada manusia yang terpaksa melakukan perjalanan berbahaya karena hak dan keamanan mereka terancam,” kata Jon Cerezo, ketua Oxfam, lembaga sosial Inggris.

Grandi mendorong negaranega­ra maju bisa membagi beban untuk menampung pencari suaka. Dia menyebut Jerman sebagai salah satu negara yang bisa dicontoh. Meksi banyak anggota Uni Eropa dan lawan politik yang mengkritik, Kanselir Angela Merkel masih berusaha menampung imigran sebanyakba­nyaknya.

 ?? CRIS BOURONCLE/AFP ?? MEREKA YANG TERLUNTA-LUNTA: Imigran dari Venezuela mengantre di perbatasan Peru, Jumat (14/6). Sebanyak 12 ribu orang masuk ke Peru pada akhir pekan tersebut. Foto kanan, pengungsi dari Amerika Tengah sedang menunggu bantuan di Tapachula, Meksiko, pekan lalu.
CRIS BOURONCLE/AFP MEREKA YANG TERLUNTA-LUNTA: Imigran dari Venezuela mengantre di perbatasan Peru, Jumat (14/6). Sebanyak 12 ribu orang masuk ke Peru pada akhir pekan tersebut. Foto kanan, pengungsi dari Amerika Tengah sedang menunggu bantuan di Tapachula, Meksiko, pekan lalu.
 ?? QUETZALLI BLANCO/AFP ??
QUETZALLI BLANCO/AFP

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia