Jawa Pos

Pemkot Tambah Pagu dan Rombel

Konsultasi ke Kemendikbu­d dan Kemendagri Agar Siswa Bisa Masuk Sekolah Negeri

-

SURABAYA – Banyak keluhan dari wali murid yang anaknya memiliki nilai ujian nasional (UN) tinggi, tapi tidak diterima di sekolah negeri. Mereka terpental dari seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) gara-gara jarak rumah jauh dari sekolah. Sistem zonasi yang berlaku tahun ini memang lebih mempriorit­askan jarak ketimbang nilai siswa.

Puluhan wali murid yang ingin mendaftark­an anak ke SMPN mendatangi kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya kemarin (19/6). Mereka menyampaik­an pendapat agar ada evaluasi mengenai pelaksanaa­n sistem zonasi umum yang dianggap merugikan banyak pihak.

Selain di Dispendik Surabaya, rombongan wali murid tersebut berorasi di depan Gedung Grahadi

dan kantor wali kota. Tuntutan mereka sama, yakni pemkot memperbaik­i sistem PPDB zonasi umum.

Koordinato­r aksi Teguh Priyatmoko mengatakan, sistem PPDB harus diubah. Khususnya harus bisa menampung seluruh siswa berdasar zonasi. Sebab, selama ini dia menilai sistem zonasi belum siap diterapkan.

Misalnya, jarak sekolah. Saat ini dengan jarak 800–900 meter dari sekolah saja, calon siswa be

lum tentu diterima di negeri. Padahal, jarak tersebut relatif dekat. ”Sistem zonasi itu sebenarnya kami setuju. Tapi, jaraknya belum merata,” ucapnya.

Teguh mengatakan bahwa unjuk rasa kali ini dilakukan wali murid tidak semata-mata agar anak mereka bisa masuk SMP favorit. Namun, bagi mereka, bisa mendaftar dan diterima di SMP negeri terdekat saja sudah cukup J

Niatnya sangat bagus zonasi itu. Tapi, begitu diterapkan, siswa dengan nilai ujian nasional 27 iso gak keterimo sekolah negeri.” WHISNU SAKTI BUANA Wakil Wali Kota Surabaya

”Untuk itu, kami meminta dispendik mengubah sistemnya agar anak tetap bisa tertampung,” jelasnya.

Kondisi itu dibenarkan Wahyudi, warga Griya Nginden Kota, yang ingin mendaftark­an anaknya di SMPN 39. Jarak rumahnya dengan sekolahhan­ya812meter.Tapi,setelah dilihat kemarin, anaknya tidak diterima di sekolah tersebut.

Padahal, jarak lebih jauh dari rumahnya, yakni 842 meter, masih diterima. Anaknya juga terlempar di SMPN 48 sebagai pilihan kedua. ”Kalau begini, anak saya mau sekolah di mana?” kata Wahyudi saat ditemui di depan Gedung Grahadi kemarin.

Yang khawatir bukan hanya orang tua. Siswa yang ikut dalam aksi tersebut juga waswas. Di antaranya, Fanya, Revita, dan Mayang. Tiga sahabat yang tinggal di Kapas Lor, Kelurahan Gading, Kecamatan Tambaksari, itu tidak diterima di SMPN 9.

Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana mengungkap­kan, pemkot mencari jalan keluar atas persoalan tersebut. Dia memahami bahwa sistem zonasi PPDB yang baru berlaku saat ini memiliki banyak kekurangan. Perlu evaluasi secepatnya. ”Niatnya sangat bagus zonasi itu. Tapi, begitu diterapkan, siswa dengan nilai ujian nasional 27 iso gak keterimo sekolah negeri,” ujar Whisnu tadi malam.

Whisnu menambahka­n, pemkot bakal mengambil langkah diskresi untuk mengatasi persoalan yang ada. Salah satunya dengan menambah rombongan belajar dan pagu di SMPN. ”Tentunya ini kebijakan yang tidak ngawur. Tapi, dikoordina­sikan dengan Kemendikbu­d atau Kemendagri,” kata pria yang juga menjabat ketua DPC PDIP Surabaya tersebut.

Usul pemkot itu bisa melanggar ketentuan Permendikb­ud Nomor 51 tentang PPDB. Pagu tidak boleh lebih dari 32 siswa per rombel (rombongan belajar). Sementara itu, rombel penerimaan tidak boleh lebih dari 11 kelas. Jika ketentuan tersebut dilanggar, ada sanksi bagi kepala dinas pendidikan dan kepala sekolah. Konsekuens­inya, para pejabat disanksi pemberhent­ian sementara.

Menurut Whisnu, ada langkah yang bisa diambil tanpa melanggar ketentuan. Yakni, menambah kelas bagi SMP-SMP yang belum memiliki 11 kelas. Misalnya, SMPN 3, SMPN 62, dan SMPN 63. ”Kita maksimalka­n kesempatan itu,” ujarnya.

Penambahan pagu menjadi 40 siswa per rombel juga bakal dikonsulta­sikan. Jika hal tersebut bisa dilakukan, Whisnu yakini bahwa harapan wali murid yang selama ini protes hingga demo bi sate realisasi. ”Kebijakan nya memang harus berani karena situasinya gawat ,” kata mantan wakil ketua DPRD Surabaya itu.

Sementara itu, pukul 19.52 WIB kemarin laman https://ppdb surabaya.net/ juga tidak bisa diakses publik. Di laman tersebut tertulis: halaman tidak tersedia. Informasi yang Anda minta tidak dapat ditemukan.

Sebelumnya, petang kemarin Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan menyampaik­an mengenai penutupan sementara itu. ”Jadi server kita yang untuk zonasi umum. Yang berjalan sejak 19-20 nanti sementara kita tutup. Sepakat ya ?,” katanya kepada wali murid yang mendatangi dispendik. Langsung dijawab kompak oleh wali murid. ”Sepakat,”

Penutupan laman PPDB tingkat kota tersebut mengikuti penutupan akses PPDB tingkat SMA SMK se-Jatim. Yang sejak sore, telah menurut laman https://01.ppdb jatim.net/.

 ?? DIPTA WAHYU/JAWA POS ??
DIPTA WAHYU/JAWA POS
 ?? DIPTA WAHYU/JAWA POS ?? DEMI ANAK: Wali murid memprotes kebijakan zonasi di Dispendik Surabaya. Foto atas, Salamah (tiga dari kiri) juga menyuaraka­n penolakan sistem zonasi di depan Gedung Grahadi kemarin (19/6).
DIPTA WAHYU/JAWA POS DEMI ANAK: Wali murid memprotes kebijakan zonasi di Dispendik Surabaya. Foto atas, Salamah (tiga dari kiri) juga menyuaraka­n penolakan sistem zonasi di depan Gedung Grahadi kemarin (19/6).
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia