Pemkot Pertimbangkan Penambahan Armada
SURABAYA – Pemkot Surabaya menyatakan, rencana penambahan armada Suroboyo Bus belum pasti. Wacana tersebut masih dikaji. Hasil kajian akan menjadi dasar apakah ada penambahan armada atau tidak.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, banyak hal yang harus dibahas sebelum mengusulkan penambahan armada. Mulai penempatan rute hingga sistem pengoperasian bus tersebut. ”Nah, pembahasan itu masih berlangsung,” katanya.
Karena itu, dia meminta wacana tersebut tidak terlalu dibesar-besarkan. Wacana penambahan armada yang sempat disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Irvan Wahyudrajad belum fix. ”Kepastiannya menunggu hasil kajian nanti,” tegas dia.
Tahun ini diusulkan penambahan 5 hingga 10 unit armada. Menurut rencana, armada tersebut beroperasi di jalur MERR II-C. Rencana tersebut mendapat respons negatif dari Komisi A DPRD Surabaya. Pengoperasian bus dinilai belum maksimal. Karena itu, penambahan armada harus dievaluasi.
Komisi A menyampaikan bukti bahwa penumpang Suroboyo Bus tidak selalu penuh. Hasil penjualan sampah juga hanya Rp 150 juta. Perolehan tersebut tak sebanding dengan biaya operasional armada. Data itulah yang menjadi dasar penambahan armada dianggap belum perlu.
Selama ini, pengoperasian bus diambil dari APBD Kota Surabaya. Itu terjadi karena status bus milik pemerintah. Warna dasar pelat nomor bus tersebut merah. Sesuai aturan, bus tidak boleh menarik retribusi dari penumpang. Pembiayaan sepenuhnya ditanggung pemerintah.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vincensius Awey menambahkan, harus ada skala prioritas. Suroboyo Bus tidak bisa menarik retribusi karena berstatus milik pemerintah. ”Masalah itulah yang seharusnya diselesaikan,” katanya.
Di daerah lain, bus dikelola UPT atau badan usaha milik daerah (BUMD). Warna dasar pelat nomor kuning. Karena itu, pengelola transportasi masal di daerah lain bisa menarik retribusi. Sebab, statusnya milik pemerintah.
Status bus menjadi bahasan sejak bus tersebut dioperasikan. Pemkot tidak bisa menarik retribusi. Karena itu, pemkot memutuskan pengoperasian dibebankan ke APBD. Termasuk pembiayaan kru bus tersebut.
Agar ada pemasukan, pemkot memiliki cara dalam mengumpulkan dana. Penumpang bus diminta membawa sampah botol plastik sebagai instrumen penukar tiket. Alasannya bukan untuk pendapatan asli daerah, tapi pembelajaran kepada masyarakat.
Awey mengingatkan pemkot untuk mengutamakan masalah tersebut. Penggunaan APBD dalam kurun waktu tertentu bisa bermasalah. Biaya operasional semakin besar. Beban APBD semakin meningkat.
Berbeda halnya jika status bus tersebut ditangani UPT. Pengoperasian maupun penarikan retribusi bisa diterapkan.