Nekat Temui Jokowi Adukan Sistem Zonasi
HARUS bisa bertemu presiden. Itulah yang ada di benak Eliza Ernawati. Dia ingin menyampaikan keluh kesahnya tentang sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi.
Persoalan zonasi memang membuat Liza, sapaan akrab Eliza, frustrasi. Betapa tidak, jarak rumahnya dengan sekolah menengah pertama (SMP) terdekat adalah 1,8 kilometer. Saat mendaftar, putranya tergeser. Sebab, jarak terdekat yang bisa diterima di sana adalah 600 meter
Karena itu, saat Presiden Joko Widodo menghadiri pernikahan putri Rais Am NU KH Miftachul Akhyar di Jalan Kedung Tarukan, Surabaya, kemarin (20/6), Liza bertekad menemuinya. Menurut dia, usaha menemui presiden itu merupakan cara terakhir. Sebab, solusi yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya saat ini belum memberikan titik terang.
Meski pengamanan VVIP untuk presiden sangat ketat, perempuan 39 tahun itu nekat. Dia menerobos kerumunan untuk bisa bertemu Jokowi. Imbauan petugas yang berusaha menariknya tak digubris. Meski berjubel, Liza tidak juga pindah posisi.
Tidak sia-sia. Liza akhirnya berkesempatan menyampaikan keluh kesahnya. Sambil menggenggam tangan Jokowi, dia menceritakan masalah zonasi yang membuat banyak orang tua gelisah. Bahkan hingga mengabaikan rutinitas lain hanya untuk mencari sekolah.
”Saya sampaikan soal kesulitan kami, para orang tua, untuk mencari sekolah. Alhamdulillah, Pak Jokowi mau menerima keluh kesah saya. Ini diarahkan ke ajudan untuk menceritakan masalah saya dan segera ditanggapi,” ungkap ibu tiga anak itu sambil mengusap air matanya.
Di depan ajudan Jokowi, Liza menceritakan keluhannya. Namun, saat itu tidak banyak waktu. Akhirnya, dia diminta merumuskan poin apa saja yang menjadi keluhan para wali murid tersebut.
Setelah berunding dengan wali murid yang lain, ada sepuluh poin yang disampaikan. Di antaranya, sistem zonasi yang dirasa tidak tepat sasaran. Menurut para wali murid, nilai ujian nasional (UN) harus tetap dijadikan pertimbangan untuk mengikuti PPDB. ”Kami juga berharap mitra warga yang tidak tepat sasaran dihapus,” ujar Holifa, wali murid yang lain.
Liza dan para wali murid yang lain berharap cara tersebut bisa menjadi solusi atas permasalahan yang masih buntu. Mereka sebenarnya tidak menolak penerapan zonasi. Namun, syaratnya, sistemnya harus lebih matang. ”Kalau begini, setelah digeser dari pendaftaran, tidak tahu mana lagi yang dituju. Pemerintah seperti lepas tanggung jawab dengan menggiring ke swasta,” ungkapnya.
Dalam surat tersebut, para wali murid juga meminta agar Jokowi meninjau lagi Permendikbud No 51 Tahun 2018 tentang PPDB. ”Ditinjau lagi, disesuaikan dengan kondisi daerah. Bagaimana daerah lain yang sekolah swasta maupun negerinya masih sedikit? Bagaimana nasib mereka?” ujarnya.
Aduan atas kelanjutan sekolah putra-putri para orang tua itu telah dilayangkan ke presiden. Kini mereka berharap ada solusi terbaik. Dengan begitu, penerimaan siswa baru bisa berjalan lancar.